“Kajian hama trisipan, sejenis moluska ini, dilakukan dengan cara membandingkan di dua lokasi mangrove, yaitu Demang Gedi, Purworejo dengan Pantai Pasir Kadilangu, Kulon Progo dalam kondisi mangrove yang berbeda,” tutur Sdri. Sari Poncowati (MENSEK), sebagai salah satu perwakilan dari KeSEMaT.
Sdri. Anis Yasmin Sabila (Staf Ahli MENSEK) menambahkan bahwa data yang diambil beragam, mulai dari struktur komunitas mangrove, tutupan kanopi mangrove, kualitas perairan dan kepadatan trisipan.
"Dalam satu meter persegi, bisa didapatkan ribuan trisipan, sehingga dia dianggap warga sebagai hama mangrove yang meresahkan,” ujar Sdri. Anis.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode plot sampling untuk mengetahui struktur komunitas mangrovenya, dan hemispherical photography untuk mengetahui tutupan kanopi mangrovenya.
Sementara itu, untuk mendapatkan data kualitas perairannya, maka diukur pada saat pagi dan sore hari, dengan cara mengambil sampel air di setiap lokasi, untuk uji laboratorium.

Blooming trisipan mengganggu ekosistem mangrove karena mengakibatkan banyak pohon mangrove gagal tumbuh. Hasil keluaran dari riset ini diharapkan dapat berguna sebagai saran, juga rekomendasi pencegahan hama trisipan, sehingga kelulushidupan pohon mangrove dapat lebih optimal. (SP/ADM).
No comments:
Post a Comment