7.7.08

Kisah Mangroving : Sama Demaknya, Beda Nasibnya

Semarang - KeSEMaTBLOG. Sebenarnya, tak hanya kawasan mangrove yang rusak saja yang menjadi perhatian kami. Lebih dari itu, area mangrove yang sudah mendapatkan penanganan yang baikpun, seringkali kami informasikan di KeSEMaTBLOG, ini. Tujuan akhirnya, tak lain dan tak bukan adalah sebagai bahan pembelajaran bagi kita bersama tentang arti pentingnya ekosistem mangrove bagi lingkungan sekitarnya pun kehidupan kita, manusia. Lihatlah foto di samping. Foto ini (bagian atas) diambil oleh KeSEMaT, pada tanggal 5 Juli 2008. Inilah pemandangan indah, sebuah kawasan mangrove yang telah “diganjar” oleh Pemerintahan Gus Dur sebagai pemenang lomba Intensifikasi Pertanian Tingkat Nasional, tahun 2000 silam (lihat foto bagian bawah, saat suasana penerimaan hadiah di Istana Merdeka Jakarta - koleksi Bapak Kholik, warga Surodadi).

Sebuah desa di Demak bernama Surodadi, berhasil membuktikan kepada Indonesia, bahwa dengan kesadaran dan swadaya masyarakatnya yang tinggi, desa ini mampu meningkatkan kualitas lingkungan dan warganya. Sebuah lokasi Pertambakan di Areal Mangrove (PDAM) yang biasanya identik dengan penurunan kualitas lingkungan, pencemaran air, produksi ikan yang menurun, permasalahan reklamasi dan konversi lahan yang tak kunjung reda serta permasalahan lingkungan lainnya, seolah tak dimiliki oleh PDAM di desa, ini.

Anda bisa lihat, betapa sapling (mangrove muda) mulai tumbuh-stabil dan tertata rapi, berjajar di pinggir pematang-pematang tambaknya. Walupun masih terjadi pro dan kontra tentang fungsi sapling Rhizophora di pematang tambak, namun kehadirannya telah terbukti mampu menciptakan habitat baru bagi kehidupan flora dan fauna di sekitarnya. Tak hanya itu, masyarakat setempat mengatakan bahwa setelah ditanami Rhizophora, produksi ikan di tambak mereka juga terbukti meningkat.

Sama Demaknya, beda nasibnya

Sama Demaknya, tapi sangat berbeda nasibnya. Itulah kiranya kalimat yang tepat untuk mendeskripsikan ”takdir” dua desa di Demak, yaitu Bedono dan Surodadi. Kondisi Bedono yang mengenaskan, kiranya sudah seringkali kami ceritakan di KeSEMaTBLOG. Bedono yang kini sedang mencoba menggeliat dan menata kembali wilayah pesisirnya yang sebagian besar rumah penduduknya sudah ditenggelamkan oleh air laut, adalah contoh buruk pengelolaan area mangrove di pesisir, akibat keserakahan manusia yang telah mengkonversinya menjadi areal pertambakan.

Akibat konversi lahan ini, mangrove telah hilang, berubah menjadi tambak. Sehingga, warga sana kehilangan pelindung alaminya yang setia menjaganya dari gempuran gelombang laut yang setiap saat setiap waktu datang menerjang, yang akhirnya menggelamkan rumah-rumah mereka.

Sementara itu, desa tetangganya, Surodadi, yang hanya berjarak beberapa kilometer darinya, adalah contoh baik pengelolaan PDAM dengan konsep silvofisery. Sistem ini menggabungkan tambak dengan mangrove dengan cara menanam mangrove di pinggir pematang tambak. Tujuan dari penanaman ini adalah untuk menciptakan kondisi ekologis dan biologis yang kondusif, sehingga terjadi simbiosis mutualisme (hubungan yang saling menguntungkan) antara area tambak dengan mangrove.

Akhirnya, semoga dengan hadirnya artikel sederhana ini, akan bisa membuka mata hati kita semua, akan arti penting, peranan, fungsi dan manfaat ekosistem mangrove bagi lingkungan dan kehidupan kita. Marilah sedari sekarang, kita bersama-sama mulai memupuk rasa kepedulian kita terhadap ekosistem pesisir ini. Sekali lagi, tak henti-hentinya kami memohon, marilah kita bersama-sama mencoba menyelamatkan ekosistem mangrove, kita. SEKARANG!

No comments:

Post a Comment