10.1.10

Museum Ronggowarsito Ada di Semarang. Museum Mangrove Ada Dimana?

Semarang – KeSEMaTBLOG. Selesai bekerja mendampingi para kelompok nelayan pesisir di Dusun Tapak, Semarang dalam membuat pemecah gelombang dan melakukan penanaman mangrove di daerah pesisirnya, kami sengaja rehat sejenak, sembari berwisata ke Museum Ronggowarsito (MR) (lihat foto di samping, saat kami mengabadikan foto kami di depan fosil gajah purba, patung budha, ilustrasi perjalanan evolusi manusia dan gunungan raksasa). Berwisata ke MR yang disebut-sebut sebagai salah satu museum terbesar di Indonesia, membuat kami sedikit kecewa.

Kekecewaan kami bukan lantaran MR-nya yang kurang bisa memuaskan hati kami, namun lebih kepada timbulnya “rasa iri hati” kami yang menyesalkan tidak adanya Museum Mangrove (MM) yang serupa dengan MR, yang kami rasa begitu mewah. Andaikan MM ada di Semarang, Indonesia atau bahkan di dunia, mungkin kami tidak usah terlalu bersusah payah dalam berkampanye mengenai mangrove untuk meyakinkan masyarakat betapa pentingnya fungsi dan manfaat ekosistem mangrove bagi kehidupan manusia.

Sebagai informasi, MR yang terletak di Semarang Jawa Tengah ini, memiliki koleksi lengkap mulai dari zaman geologi, paleontologi, batu, logam, polinesia, pengaruh Hindu - Budha, pengaruh Islam, kolonial, sejarah kemerdekaan Indonesia, kerajinan Indonesia, kesenian, pembangunan dan hibah. Walaupun memang terdapat beberap a kerusakan di sana-sini, namun hampir semua koleksi, diorama dan ruangan, rata-rata masih tertata dengan baik.

Bahwa di Bali terdapat pusat informasi mengenai mangrove, memang benar adanya. Lalu, MECoK Jepara yang dimiliki oleh KeSEMaT, sebenarnya juga menyimpan beberapa koleksi-alam berbagai spesies mangrove. Namun, tentu saja kedua tempat itu belum bisa dinamakan sebagai sebuah museum. Menurut International Council of Museum (ICOM) dalam musyawarah ke II di Copenhagen 14 Juni 1974, yang disebut sebagai museum adalah, “A museum is non profit making, permanent institution in service of society and of its development, and open the public, which aquires, conserves, communicates, and exhibit for purposes of study, education and enjoyment, material evidence of human and environment.” Definisi tersebut menjelaskan bahwa museum adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum yang memperoleh, merawat, menghubungkan, dan memamerkan, untuk tujuan studi, pendidikan dan rekreasi, barang pembuktian manusia dan lingkungannya.

Entahlah, apakah di muka bumi ini ada MM (?). Jika ada, tentu saja kami membayangkan isi museum itu pastilah tidak akan jauh melenceng jauh dari MR yang terletak di Abdul Rahman Saleh, Semarang. MM itu, setidaknya akan memiliki awetan lengkap jenis-jenis mangrove, ilustrasi biogeografi dan asal usul mangrove, beragam fosil purba mangrove yang berhasil ditemukan dari berbagai lapisan bumi, diorama teknik penggalian fosil mangrove, display beragam makanan dan minuman yang berasal dari buah-buahan mangrove, tampilan jenis obat-obatan yang terbuat dari ekstrak akar, batang, daun, bunga dan buah mangrove, miniatur persebaran mangrove dunia, ilustrasi teknis perakaran mangrove dalam menanggulangi gelombang tsunami, dan seterusnya.

Selanjutnya, MM itu, juga tidak melulu akan berisikan koleksi, diorama dan tampilan mangrove saja, tetapi juga adalah sebuah tempat yang dipergunakan oleh para MANGROVER sedunia sebagai ajang berkumpul, berdiskusi dan menyusun pergerakannya di dalam sebuah gedung seminarnya yang megah. Semoga saja, MM memang benar-benar ada di dunia ini. Kalaupun tidak ada, semoga saja dalam jangka waktu beberapa tahun ke depan, MM bisa diwujudkan di dunia atau di Indonesia, ini. Amin. Semangat MANGROVER!

No comments:

Post a Comment