16.9.08

Kabar Mangroving : Kisah KeMANGTEER di Tenda-Amatir

Semarang - KeSEMaTBLOG. Melengkapi informasi mengenai KeSEMaT’s Mangrove Volunteer (KeMANGTEER), berikut ini adalah sebuah informasi kecil yang semoga saja bisa menggugah dan menginisiasi Anda untuk mulai memiliki sense of belonging terhadap mangrove, kita. Siang itu, suasana sedang panas-panasnya. Pukul 12.00 WIB adalah waktu yang sangat tepat bagi matahari untuk “membakar” bumi. Di sebuah pesisir pantai utara Jawa bernama Genuk, di sebuah titik dimana abrasi mendominasi, terlihat sekumpulan anak-anak muda yang tergabung dalam KeMANGTEER, menjejali Tenda Amatir (Tentir) bikinan mereka sendiri.

Lihatlah, Tentir mereka memang tak terlalu bagus pun terlalu kecil, sehingga tak mampu menampung jumlah mereka yang “besar.” Mereka berjumlah 50-an, nampak sedang berlindung dari sengatan sang matahari sembari beristirahat setelah berhasil menanam ribuan bayi-bayi mangrove.

Tingginya temperatur di akhir Juli 2008 itu, tak membuat nyali mereka ciut. Padahal, kulit mulus mereka telah terbakar matahari. Ditambah, KeSEMaT tak menyervis mereka dengan fasilitas lengkap, sebagai tanda terima kasih organisasi mangrove ini kepada mereka. Dari awal, memang KeSEMaT telah memberikan pengertian bahwa usaha penanaman mangrove dalam program Mangrove Restoration (MANGRES) 2008 ini, memiliki konsep gerakan moral. Semuanya dijalankan dengan penuh keikhlasan dan sukarela.

Jadi, KeSEMaT tak akan memberikan fasilitas apapun selain sertifkat, makan siang dan T-shirt, melainkan ditanggung secara bersama. Untuk masalah kebakaran-kulit, KeMANGTEER sendirilah yang harus menyediakan sebuah sun-block-nya sendiri-sendiri.

Di MANGRES 2008, tak ada peserta dan panitia. Kedudukan KeSEMaTERS dan KeMANGTEER adalah sama dan sejajar, yaitu Volunteer. Makanya, Tentir-pun, tak dibangun oleh KeSEMaTERS saja, tetapi juga didirikan atas inisiasi dari rekan-rekan KeMANGTEER, juga. Meleburnya KeSEMaTERS dan KeMANGTEER sebagai Volunteer, didasari atas kesadaran bersama akan tanggung jawabnya terhadap alam pesisirnya yang seakan tak pernah berhenti dijahili.

Tak ingin terlalu memanjakan diri mereka dengan “Tenda Profesional” (Tenprof) yang besar dan bagus, sebuah Tentir kiranya sudah lebih dari cukup bagi mereka. Toh, dalam kenyataannya, bayi-bayi mangrove yang telah mereka tanam, bahkan lebih menderita lagi. Jangankan Tenprof, Tentir-pun tak pernah sekalipun melindungi tubuh kecil bayi-mangrove dari ganasnya sengatan sang bola api. Jadi, mengapa juga mereka harus takut kepanasan? “Malu, ah. Sama bayi-bayi mangrove kami,” begitu kata mereka. Salam MANGROVER!

No comments:

Post a Comment