Apa pasal? Karena, akar-akar Rhizophora yang bak cakar ayam itu, “telah berhasil” menghujami tanggul-tanggul tambak mereka hingga jebol. Ini menyulitkan! Karena mereka harus rajin-rajin menutup lubang tambak itu, untuk mencegah keluarnya air, sewaktu-waktu.
Para petambak, lebih suka “memelihara” mangrove jenis lainnya, yaitu Avicennia spp. Akar Avicennia yang berbentuk pensil dan cenderung lebih rapat, dinilai lebih menguntungkan karena bisa membuat pematang tambak mereka menjadi padat dan tak berlubang sehingga air tak merembes keluar dari tambak.
Namun demikian, di sisi lain, mereka tak mempunyai keberanian untuk menebangi Bongko tersebut. Mengapa demikian? Karena ada larangan dari teman-teman kelompok taninya. Pun, kesepakatan bersama untuk tak menebang Rhizophora telah ditetapkan, atas anjuran Pemerintah Kabupaten (PEMKAB) setempat. Ada sebuah kompensasi dari PEMKAB, yaitu apabila mereka berhasil memelihara Bongko-nya, maka pemerintah akan mengganjarnya dengan imbalan rupiah. Hasil dari kompensasi ini ternyata berbuah manis. Sebuah penghargaan tingkat nasional untuk Intensifikasi Tambak (INTAM), telah diraih oleh Kelompok Tani Mangrove Desa Surodadi Demak, ini.
Lihatlah foto di atas. Itulah pohon mangrove bernama Bongko yang berjajar hampir di seluruh bagian tanggul tambak di Demak. Walaupun agak tak disukai oleh beberapa petambak di sana, namun semoga saja mereka bisa berpikir bijak bahwa jebolnya tambak mereka belumlah seberapa apabila dibandingkan dengan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, apabila tambak mereka tak dikelilingi oleh mangrove. Semoga saja.
No comments:
Post a Comment