8.11.08

Ulat-Mangrove dan Konsep Monokultur di Tugurejo Semarang

Semarang - KeSEMaTBLOG. Satu minggu yang lalu, kami mengunjungi Kelurahan Tugurejo, di Semarang Barat. Kali ini, kami diundang oleh sekelompok mahasiswa perikanan UNDIP agar turut berpartisipasi, membantu mereka dalam melakukan penanaman mangrove di sana. Singkat cerita, di tengah-tengah penanaman mangrove yang sedang kami lakukan, kami melihat puluhan daun mangrove yang berlubang.

Awalnya, kami tak terlalu mempedulikannya. Namun, saat melihat yang berlubang-lubang tak hanya puluhan daun saja, melainkan hampir semua tegakan mangrove yang berada di sepanjang pematang tambak, mulailah kami curiga. Apa atau siapa gerangan yang memangsa dedaunan mangrove, hingga berlubang seperti, itu?

Setelah menyelesaikan pekerjaan kami dalam menanam beberapa puluh bibit-mangrove jenis Rhizophora mucronata, kami segera mencari “biang kerok” yang membuat daun-daun mangrove menjadi berlubang. Dengan cara menyusuri pematang tambak sembari memilah-milih daun-daun mangrove, akhirnya kami berhasil menemukan beberapa buah kepompong yang tergantung di balik daun. Penemuan kepompong berwarna putih menimbulkan hipotesa bahwa pemakan daun-daun mangrove di daerah pertambakan Tugurejo ini, adalah ulat.

Dugaan kami tak meleset. Beberapa meter dari tempat penemuan kepompong, kami melihat empat buah “ulat mangrove” yang sedang asyik memakan pinggiran daun. Ulat-ulat mangrove itu memiliki panjang kurang lebih 10 cm dan lebar 1 cm. Sang Ulat berwarna abu-abu, bergaris kuning, merah, oranye dan hitam. Bentuknya unik, penuh dengan bulu abu-abu. Bulunya seperti rambut yang tumbuh di leher kuda, tersisir rapi ke bawah (lihat foto di atas).

Satu ekor kami ambil, dan kami perlihatkan kepada rekan-rekan kami dan para petambak, dengan tujuan untuk memberikan informasi kepada mereka betapa berbahayanya ulat mangrove. Bibit-bibit mangrove yang telah selesai ditanam dengan baik, bisa saja habis dan mati, setelah dimangsa oleh para ulat mangrove, dalam beberapa waktu. Untuk itulah, setelah penanaman, kami meminta kepada mereka untuk mengadakan pola pemeliharaan secara kontinyu. Selain itu, untuk membasmi dan mencegah datangnya ulat mangrove, penyiraman dengan air laut dua kali sehari di setiap pagi dan sore juga telah pula kami usulkan.

Selanjutnya, asal muasal ulat mangrove tak begitu jelas. Dari informasi yang kami kumpulkan dari para petambak, serangan ulat mangrove sudah seringkali terjadi dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini. Serangan ini akan terus berulang, minimal satu kali dalam setahun. Para petambak membasminya dengan cara menyemprotkan insektisida.

Menurut hipotesa kami, serangan ulat mangrove, ada hubungannya dengan konsep monokultur yang diterapkan di sana. Sejauh mata memandang, hanya Rhizophora saja yang tampak. Sebenarnya ada spesies lainnya yaitu Avicennia, namun jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Kesimpulannya, di Tugurejo, mangrovenya didominasi oleh satu jenis saja, yakni Rhizophora mucronata.

Adanya satu jenis mangrove-saja inilah yang diduga membuat ulat mangrove bisa lebih leluasa menyerang R. mucronata. Fakta seperti ini, tidak kami temukan di Teluk Awur Jepara, dimana ditemukan lebih dari 20 spesies mangrove. Di Teluk Awur, tak dijumpai ulat mangrove yang menyerang. Di sana hampir 100% kondisi mangrovenya dalam keadaan baik, tak ada gangguan hama apapun, selain scale insect, kepiting dan penebangan mangrove yang dilakukan oleh manusia.

Namun demikian, kiranya harus diketahui pula bahwa tak hanya ulat mangrove saja yang mengancam kehidupan mangrove. Ada banyak hama mangrove lainnya seperti kambing, ganggang laut, kepiting dan scale insect yang masing-masing ditemukan telah menyerang mangrove di pesisir Trimulyo (Semarang), Pasar Banggi (Rembang), Teluk Awur (Jepara), dan Tanggul Tlare (Jepara).

Tak lupa, sebuah hama yang paling berbahaya dari kesemua hama yang terdapat di mangrove, setiap detik dan setiap saat akan tetap mengancam, dan patut diwaspadai. Siapa atau apakah hama mangrove itu? Tak lain dan tak bukan adalah diri kita sendiri, para manusia, yang sampai saat ini masih saja berperilaku buruk, menebangi ekosistem mangrove di pesisir kita sendiri, tanpa alasan yang jelas. Salam MANGROVER!

No comments:

Post a Comment