18.8.09

Tanggul Tlare. Target Rehabilitasi Mangrove KeSEMaT Selanjutnya

Semarang - KeSEMaTBLOG. Setelah selama kurun waktu 8 tahun ini, mulai dari tahun 2001 sampai dengan 2009, KeSEMaT memfokuskan dirinya di Teluk Awur untuk menerapkan konsep rehabilitasi mangrove ANTI NOMADEN (ANNOM)-nya, maka mulai tahun 2009 ini, sehubungan dengan telah suksesnya konsep ANNOM di Teluk Awur Jepara, maka KeSEMaT akan melakukan konsep yang sama di lokasi kedua, di sebuah desa yang berjarak 15 menit dari Teluk Awur, yaitu desa Tanggul Tlare.

Lihatlah foto di atas ini. Ini adalah kondisi Tanggul Tlare, sekarang (2009). Kondisinya hampir sama dengan kondisi Teluk Awur di tahun 2001 lalu, dimana tak satupun mangrove menghuni wilayah itu. Direncanakan, di tempat inilah, selama sepuluh tahun ke depan, KeSEMaT akan menerapkan konsep rehabilitasi mangrove ANNOM-nya. Konsep ANNOM, mengisyaratkan bahwa selama Tanggul Tlare belum pulih ekosistem mangrove-nya, maka KeSEMaT belum akan beranjak pergi dari lokasi ini. Tanggul Tlare, memang adalah target rehabilitasi mangrove KeSEMaT selanjutnya, setelah Teluk Awur.

Untuk menjalankan misinya ini, di tahun 2009, setidaknya sudah dua kali program penanaman mangrove yang dilakukan oleh KeSEMaT. Penanaman mangrove yang pertama, diselenggarakan pada tanggal 24 – 26 Juli 2009 yang lalu, dalam program MANGROVE REpLaNT (MR) 2009. MR sedikitnya telah menanam kurang lebih 2000 bibit mangrove jenis Ceriops, Bruguiera dan Rhizophora. Lalu, pada tanggal 15 – 16 Agustus 2009, kembali, KeSEMaT lewat programnya, yaitu KeSEMaT GOES TO COMMUNITY (KGTC) 2009 – II, telah menanam propagul Rhizophora kurang lebih 500 buah, pada saat mendampingi RACANA UNDIP, melaksanakan program mangrove yang diinisiasinya.

Selanjutnya, secara fisik, kondisi Tanggul Tlare memang sangat berbeda apabila dibandingkan dengan Teluk Awur, yang kini sudah pulih ekosistemnya. Tanggul Tlare lebih memiliki karakter sedimen, yaitu berpasir-berlumpur. Namun begitu, kondisi tanah yang demikian, tidak lantas mendominasi di daerah tersebut sehingga Rhizophora dan jenis mangrove lainnya, juga seringkali ditemukan hidup dengan baik, di situ. Kemudian, desa ini juga memiliki “keunikan” tersendiri, dimana ditemukan puluhan tambak tidak produktif, yang terletak berjajar di sepanjang pantainya. Kondisi seperti ini, memungkinkan diterapkannya sistem silvofishery di Tanggul Tlare.

Tanggul Tlare dipilih KeSEMaT, dengan berbagai macam pertimbangan. Selain beberapa alasan di atas, alasan politis seperti bantuan dana rehabilitasi yang tak kunjung datang ke desa ini dan kemudahan akses pemeliharaannya, masyarakat sekitar yang belum mampu memaksimalkan kelompok petambak dan nelayannya, juga menjadi alasan utama lainnya. Di lokasi ini, KeSEMaT berencana akan menerapkan konsep pemberdayaan masyarakat pesisir dengan metode PRA, yang di awal tahun 2009 telah diimplementasikan dengan baik oleh KeSEMaT di Kecamatan Tugu Semarang, bekerjasama dengan Yayasan BINTARI dan Friends of Earth (FoE) Jepang.

Satu hal yang masih menjadi ganjalan, yaitu status tanah. Mengingat tanah di Tanggul Tlare dimiliki oleh perorangan dan pemerintah daerah Jepara dan bukan milik UNDIP seperti di Teluk Awur, maka KeSEMaT harus ekstra hati-hati dan juga harus mampu bekerjasama untuk meyakinkan semua pihak, agar minimal dalam kurun waktu sepuluh tahun mendatang, tidak ada hal-hal yang ekstrim, seperti penjualan tanah ke pihak lain, reklamasi pantai, pengerukan sungai dan lain sebagainya, yang bisa mengganggu pertumbuhan bibit-bibit mangrove yang telah ditanam.

Semoga saja, dengan bantuan semua pihak, program rehabilitasi mangrove untuk menghijaukan kembali Desa Tanggul Tlare, Jepara bisa terwujud. Untuk itu, dalam kesempatan ini, KeSEMaT mengundang Rekan-rekan dari berbagai organisasi dan institusi di seluruh Indonesia bahkan dunia yang berniat untuk melakukan upaya rehabilitasi mangrove, untuk bisa melaksanakannya di Tanggul Tlare, Jepara. Mari, kita jadikan Tanggul Tlare sebagai Teluk Awur kedua. Salam MANGROVER!

No comments:

Post a Comment