5.10.08

Sekilas Laporan Mangrove Conservation 2007

Semarang - KeSEMaTBLOG. Sesuai dengan motonya, yaitu konservasi, penelitian, pendidikan dan dokumentasi mangrove, KeSEMaT telah bekerja dalam ruang lingkup-program yang berdasarkan pada keempat motonya tersebut. Berbagai program mangrove telah berhasil digulirkan di berbagai daerah di pesisir Pantai Utara Pulau Jawa yang memang mengalami tingkat abrasi yang sangat tinggi, seperti di Rembang, Jepara, Demak dan Semarang.

Dua daerah, yaitu Jepara dan Semarang, sengaja ditetapkan oleh KeSEMaT sebagai dua lokasi yang membutuhkan perhatian dan penanganan khusus. Untuk itulah, sejak tahun 2003 (Jepara) dan mulai tahun 2006 (Semarang), kedua kabupaten ini, menjadi “area-kerja-resmi” KeSEMaT dalam mengimplementasikan berbagai program mangrovenya. Jepara dan Semarang dipilih, karena di kedua lokasi inilah, ekosistem mangrove mengalami tekanan lahan yang sangat hebat.

Mangrove Cultivation (MC), Mangrove REpLaNT (MR) dan KeSEMaT Goes To Arboretum (KGTA) adalah tiga buah program yang telah sukses diimplementasikan oleh KeSEMaT di Jepara, tepatnya di sebuah desa pesisir bernama Teluk Awur. Sebuah desa pesisir yang dulunya gundul tanpa mangrove (2001), kini di tahun 2008 telah memiliki vegetasi mangrove yang lebat. Saat ini, KeSEMaT sedang berusaha untuk membangun vegetasi mangrove ini menjadi sebuah Mangrove Education Center (MEC) atau Pusat Pendidikan Mangrove (PPM), lengkap dengan berbagai fasilitas seperti bedeng persemaian mangrove, tempat pembibitan mangrove, papan nama spesies dan fasilitas pendidikan mangrove lainnya yang menunjang MEC dengan tujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan tentang mangrove kepada masyarakat luas.

Selanjutnya, di Semarang, KeSEMaT juga telah berhasil mengelola sebuah kawasan terabrasi di Kelurahan Trimulyo Kecamatan Genuk, Semarang, melalui tiga buah programnya yaitu Mangrove Conservation (MANGCON), KeSEMaT Goes To School (KGTS) dan Mangrove Restoration (MANGRES). Sebuah area mangrove terabrasi sepanjang 3 kilometer, kini telah berhasil ditanami dengan mangrove oleh KeSEMaT. Dalam jangka panjang, keSEMaT akan terus melakukan upaya penanaman dengan berbagai jenis mangrove sehingga di pesisir Genuk, areanya bisa tertanami dengan baik, layaknya di Teluk Awur, Jepara.

Sekilas Laporan Mangrove Conservation (MANGCON) 2007

KATA PENGANTAR
Ekosistem mangrove sebagai salah satu ekosistem penting yang berperan sebagai penjaga keseimbangan ekosistem di wilayah pesisir, saat ini keberadaanya sangat mengkhawatirkan. Pembukaan tambak dan reklamasi wilayah pesisir menjadi kawasan industri adalah beberapa sebab mengapa ekosistem mangrove semakin terancam keberadaannya.

Untuk itulah, setiap usaha reklamasi yang tidak berpihak dan cenderung merugikan ekosistem mangrove harus mendapatkan perhatian yang sangat serius dari berbagai pihak. Usaha penyelamatan ekosistem mangrove yang diejawantahkan dalam koridor konservasi berupa penanaman kembali mangrove, harus selalu dilakukan secara terus menerus.

Sebagai salah satu dukungan atas usaha penyelamatan ekosistem mangrove tersebut di atas, KeSEMaT telah bekerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Kota Semarang untuk memulihkan lahan mangrove yang telah terdegradasi di Kelurahan Trimulyo, Kecamatan Genuk Semarang.

Laporan Konservasi dan Pemulihan Kualitas Lingkungan ini adalah sebuah jawaban atas pekerjaan konservasi dan pemulihan kualitas lingkungan yang telah dilakukan dari bulan Juli sampai dengan akhir November 2007.

Semoga laporan ini bisa berguna sebagai bahan masukan dan diskusi bersama antara kita, demi sebuah usaha penyelamatan ekosistem mangrove bagi generasi mendatang. Amin.


I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang

Ekosistem hutan mangrove merupakan komunitas tumbuhan pesisir yang memiliki manfaat sangat besar, antara lain sebagai daerah pemijahan jenis ikan tertentu, daerah asuhan ikan-ikan ekonomis, penyedia nutrien dan zat hara serta fungsi fisik seperti menjaga daerah pesisir dari abrasi. Secara umum, kondisi mangrove di Indonesia khususnya di Pantai Utara Jawa sudah dalam tingkatan yang sangat mengkhawatirkan. Kondisi ini sebagian besar diakibatkan oleh penebangan mangrove untuk area pertambakan dan keperluan lainnya.

Kerusakan–kerusakan yang terjadi di mangrove pada dasarnya disebabkan ketidakpedulian sebagian masyarakat akan pentingnya ekosistem mangrove yang merupakan sumberdaya daerah pesisir.

Pada umumnya, sebagian masyarakat yang tidak bertanggungjawab lebih mementingkan keuntungan sesaat tanpa memikirkan kelangsungan kelestarian alam. Selain itu, kerusakan pesisir adalah juga dampak dari pembangunan industri di pantai. Reklamasi pantai yang belum terpadu secara menyeluruh, mengakibatkan hilangnya areal tambak dan hutan mangrove. Hal ini mengakibatkan produksi ikan menipis karena berkurangnya benih ikan.

Hutan mangrove di Kota Semarang yang rusak atau hilang mencapai 11 ha dari total luasan hutan mangrove 36,51 ha. Kota Semarang termasuk salah satu dari tujuh kabupaten/kota di Jawa Tengah yang kerusakan pantainya dinilai parah dan mendapat prioritas penanganan. Diantara desa yang terkena abrasi, beberapa diantaranya terkonsentrasi di Kecamatan Tugu, yaitu Desa Mangkang Kulon, Mangunharjo dan Mangkang Wetan. Kecamatan lain yang juga terkena abrasi adalah Kecamatan Semarang Barat yaitu Desa Panggung Lor dan Kecamatan Genuk yaitu Desa Trimulyo.

Untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah di daerah pesisir Kecamatan Genuk, tepatnya di Desa Trimulyo, Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang dan KeSEMaT selaku pihak rekanan, melalui dana yang bersumber dari APBD, telah melakukan pekerjaan rehabilitasi penanaman mangrove di daerah pesisir Kota Semarang. Mengingat betapa pentingnya ekosistem mangrove, hal ini merupakan suatu langkah ideal untuk mengembalikan dan menjaga kelestarian ekosistem ini.

1.2.Gambaran Umum Lokasi Pekerjaan
Kota Semarang terletak pada 6050’ – 7010’ LS dan 109050’ – 110035’ BT yang terdiri dari daerah perbukitan, dataran rendah dan pantai. Daerah perbukitan mempunyai ketinggian 90 - 270 m dari permukaan air laut. Luas wilayah mencapai 373,7 km2 terbagi menjadi 16 kecamatan dan 177 kelurahan. Salah satu kecamatan di Kota Semarang yaitu Kecamatan Genuk yang menjadi tempat lokasi pekerjaan, secara geografis memiliki batas-batas fisik sebagai berikut:

a. Batas fisik bagian utara: Laut Jawa
b. Batas fisik bagian selatan: Kecamatan Pedurungan
c. Batas fisik bagian barat: Kecamatan Gayamsari dan Semarang Utara
d. Batas fisik bagian timur: Kabupaten Demak

Selanjutnya, data demografi Kecamatan Genuk adalah sebagai berikut:
a.Luas kecamatan : 2.738.443 ha
b.Jumlah kelurahan : 13
c.Jumlah penduduk : 62.325 jiwa
d.Jumlah RT/RW : 375/74
e.Jumlah industri : 1.317
f.Jumlah sarana perdagangan : 685
g.Jumlah gedung : 79
h.Jumlah sarana ibadah : 239
i.Jumlah sarana kesehatan : 13

Kelurahan Trimulyo yang merupakan lokasi pekerjaan konservasi adalah salah satu kelurahan di Kecamatan Genuk yang memiliki kerusakan pesisir pantai yang parah. Sungai Kali Babon adalah salah satu sungai yang terdapat di Kelurahan Trimulyo yang bermuara ke laut lepas. Muara sungai Kali Babon mengalami abrasi pantai yang parah akibat reklamasi pantai dan pembukaan tambak. Sampah rumah tangga dan pabrik juga terlihat mencemari lokasi, dari muara sampai dengan hulu.

Spesies mangrove yang ditemui di lokasi pekerjaan adalah Rhizophora mucronata, R. apiculata, Excoecaria agallocha, Avicennia marina, dan Acanthus ilicifolius. Pekerjaan yang telah dilakukan merupakan pekerjaan pemulihan kualitas lingkungan yang meliputi beberapa tahap pekerjaan seperti (1) persiapan dan pra survei; (2) survei; (3) penyuluhan konservasi; (4) konservasi; (5) pemeliharaan dan monitoring.

II. PERSIAPAN DAN PRA SURVEI
2. 1. Uraian

Pekerjaan persiapan meliputi penyiapan peralatan dan penyusunan jadwal pekerjaan.

2.1.1 Persiapan Peralatan
Peralatan yang diperlukan dalam pekerjaan konservasi penanaman mangrove yaitu peta lokasi, peralatan teknis penanaman (ajir, tali rafia, refraktometer, perahu dan ember). Bahan dari pekerjaan ini adalah bibit mangrove yang terdiri dari tiga jenis yaitu Rhizophora mucronata, R. apiculata dan Bruguiera gymnorrhiza. Semuanya telah disiapkan sedemikian rupa sehingga memperlancar jalannya pekerjaan konservasi dan pemulihan kualitas lingkungan.

2.1.2. Pekerjaan Penyusunan Jadwal Pekerjaan

Penyusunan jadwal pekerjaan kerja survei lokasi penanaman ditentukan sesuai dengan tabel pasang surut karena pelaksanaan survei tergantung pada kondisi pasang surut. Pekerjaan ini disusun oleh rekanan yang bekerjasama dengan tenaga lapangan yang ditunjuk.

Hal-hal penting yang harus diperhatikan pada saat observasi adalah (1) observasi tentang berbagai kondisi tanah dan lahan hanya dapat dilakukan pada saat surut; (2) untuk observasi ketinggian pasang purnama, harus datang ke lokasi penanaman sebelum air pasang datang.

Sebelum menyusun jadwal pekerjaan, koordinator lapangan, tenaga kelautan dan perikanan, tenaga perawat tanaman telah beberapa kali meninjau lokasi pekerjaan konservasi untuk mencocokkan tabel pasang surut dengan kondisi lapangan yang sebenarnya. Setelah terjadi kecocokan antara keduanya, barulah penyusunan jadwal pekerjaan dilakukan.

Secara garis besar, pekerjaan konservasi dan pemulihan kualitas lingkungan terbagi menjadi lima pekerjaan yaitu (1) pekerjaan persiapan dan pra survei; (2) pekerjaan survei; (3) pekerjaan penyuluhan konservasi; (4) pekerjaan konservasi; (5) pekerjaan pemeliharaan dan monitoring.

III. SURVEI
3.1. Pekerjaan Survei
3.1.1.Seleksi dan Penanganan Bibit Mangrove.

Pekerjaan seleksi dan penanganan bibit mangrove dilakukan pada bulan Juli 2007. Pekerjaan dilakukan selama dua kali, yang pertama untuk memastikan kondisi bibit dan yang kedua adalah pembelian bibit. Bibit mangrove diambil dan dibeli dari kebun bibit mangrove Desa Pasar Banggi Rembang. Pembelian bibit di Rembang untuk mendapatkan kualitas bibit yang baik, karena bibit telah tersertifikasi.

Bibit yang diambil adalah yang sehat, segar, bebas dari hama dan penyakit. Jenis bibit yang digunakan adalah Rhizophora mucronata, R. apiculata dan Bruguiera gymnorriza. Alasan pemilihan kedua bibit (Rhizophora mucronata, R. apiculata) adalah karakter akarnya yang kuat sehingga mampu meredam gelombang laut sebagai penyebab abrasi. Pemilihan jenis B. gymnorrhiza karena beberapa titik lokasi penanaman berada di daerah daratan (hulu). Selanjutnya, B. gymnorrhiza akan ditanam di bagian tersebut.

3.1.2. Pengadaan Media Semai.
Seminggu sebelum dibawa ke lokasi penanaman (Kali Babon, Semarang), di kebun bibit Desa Pasar Banggi Rembang, naungan bibit mangrove sebagai pelindung dari sinar matahari secara langsung mulai dibuka. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada bibit-bibit mangrove untuk dapat beradaptasi dengan baik sehingga pada saat ditanam bisa cepat beradaptasi dengan lingkungannya yang baru.

3.1.3. Survei Kondisi Sosial Ekonomi

Survei kondisi sosial ekonomi di sekitar lokasi penanaman dilakukan untuk mengetahui sekaligus memperoleh informasi tentang kepemilikan lahan atau rencana tata guna lahan dari instansi terkait, kelurahan atau ketua kelompok tani. Pekerjaan survei ini dilakukan dengan melakukan penegasan apakah lokasi penanaman yang ada sama dengan lokasi yang direncanakan. Survei dilakukan dengan cara menemui dan berdiskusi dengan Kepala Desa Trimulyo dan Pegawai Kecamatan Genuk.

Dari hasil pertemuan dan diskusi tersebut didapatkan hasil bahwa pada tahun 2001, Dinas Pertanian sudah pernah melakukan pekerjaan konservasi yang sama dengan pihak Kelurahan dan Kecamatan, dengan hasil yang bervariasi. Dari beberapa titik di sekitar lokasi pekerjaan konservasi, program penanaman mangrove ada yang berhasil dan ada juga yang gagal. Pekerjaan konservasi yang berhasil berada di bantaran sungai Kali Babon yang memanjang dari hulu sampai dengan muara. Sementara itu, pekerjaan konservasi yang gagal berada di tepi laut.

Selanjutnya, kepemilikan tanah di sekitar lokasi penanaman banyak yang sudah berpindah tangan kepada pihak ketiga, akibat dibelinya lahan tambak-tambak yang sudah tidak produktif untuk direklamasi dan dibangun menjadi sebuah kawasan industri. Pengerukan tanah di bagian hulu sungai Kali Babon juga terjadi dengan tujuan untuk memperlebar dan memperdalam sungai yang mengalami pendangkalan.

Fakta mengenai pengerukan sungai pada awalnya sempat menjadi kendala pekerjaan konservasi yang akan dilakukan, karena bisa mengganggu lokasi penanaman. Apabila pengerukan sungai sampai dilakukan di lokasi pekerjaan konservasi, maka pekerjaan penanaman mangrove akan menjadi sia-sia. Namun setelah dilakukan pencarian informasi yang lebih mendalam, diketahui bahwa ada jaminan dari perangkat desa setempat untuk tidak melakukan pengerukan sampai ke arah muara.

Penjelasan mengenai rencana penanaman mangrove dijelaskan dan disosialisasikan kepada Kepala Desa Trimulyo dan masyarakat sekitar. Sambutan dan antusiasme masyarakat terhadap pekerjaan konservasi lumayan baik, terbukti dengan kerjasama yang ditunjukkan masyarakat dalam hal ini perangkat desa (Kelurahan dan Kecamatan), Karang Taruna, kelompok nelayan yang terjalin baik dengan pihak rekanan.

Sosialisasi dan undangan mengenai jadwal pekerjaan penanaman mangrove juga dilakukan jauh-jauh hari di sekolah-sekolah sekitar Kelurahan Trimulyo yaitu TK Pertiwi, SDN I Trimulyo, SDN II Trimulyo, SMP 20 Semarang dan SMA 10 Semarang. Hal ini dilakukan agar undangan penanaman mangrove yang diberikan tidak mengganggu kegiatan mereka. Dengan demikian pada saat penanaman, mereka bisa mengikuti keseluruhan jalannya acara dengan baik.

Pengumpulan berbagai informasi penting lainnya seperti kondisi alur/jalan air dan jalan darat dan kerjasama tenaga kerja terutama penyewaan perahu dengan kelompok nelayan, juga dilakukan. Hal ini untuk mempermudah jalannya pekerjaan konservasi.

3.1.4. Survei Tanda Batas
Survei tanda batas dilakukan untuk mengetahui lokasi batas-batas penanaman yang jelas sehingga di kemudian hari tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang bisa mengakibatkan pada kegagalan pekerjaan konservasi penanaman mangrove.

Ketidakjelasan tanda batas telah ditanyakan kepada kelurahan dan kelompok masyarakat setempat. Survei tanda batas dilakukan beberapa kali dengan cara mendatangi langsung kelurahan dan kecamatan serta wawancara dengan warga sekitar tapak.

Hasil yang didapatkan pada survei tanda batas ini sangat membantu dalam penentuan lokasi penanaman. Fakta bahwa pengerukan sungai dilakukan di daerah hulu sungai Kali Babon menjadikan penentuan lokasi penanaman dialihkan di bantaran sungai namun agak mengarah ke muara sampai dengan laut.

Selain itu, informasi warga sekitar tentang kepemilikan tanah tambak tidak produktif oleh pihak ketiga juga menjadi perhatian tersendiri bagi pihak rekanan, untuk tidak menetapkan lokasi penanaman mangrove di sekitar tambak karena beberapa tahun ke depan, lahan tersebut akan segera berpindah tangan untuk direklamasi dan dialihfungsikan menjadi sebuah kawasan industri.

3.1.5. Survei Tinggi Permukaan Tanah
Adanya perbedaan tinggi permukaan tanah berarti bahwa ada pula perbedaan frekuensi dan durasi penggenangan air laut yang akan mempengaruhi lapisan tanah dan kondisi salinitas atau akumulasi garam dalam tanah. Sehingga perbedaan tinggi permukaan tanah berpengaruh besar pada keberhasilan dan pertumbuhan tanaman.

Survei tinggi permukaan tanah diadakan untuk mengetahui tinggi permukaan tanah lokasi penanaman sebelum penanaman dilakukan dan kemudian menetapkan jenis mangrove yang sesuai untuk lokasi penanaman tersebut.

Dari hasil survei diketahui bahwa lokasi pekerjaan termasuk daerah yang memiliki fase penggenangan pasang surut diurnal yaitu dua kali pasang surut dalam satu hari. Waktu pasang terjadi pada malam sampai dengan pagi, sementara fase surutnya siang sampai dengan malam hari. Selanjutnya, tinggi permukaan tanah tergolong landai sehingga dipengaruhi oleh pasang surut.

Kesimpulan yang didapat dari fakta ini adalah lokasi penanaman sesuai sebagai tempat hidup bagi tiga jenis mangrove yang akan ditanam yaitu R. mucronata, R. apiculata dan B. gymnorrhiza yang notabene selalu berada di daerah yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

3.1.6. Survei Salinitas
Salinitas merupakan salah satu faktor penting yang sangat mempengaruhi pertumbuhan mangrove. Salinitas diukur dengan menggunakan refraktometer. Pada saat mengestimasi salinitas dilakukan pertimbangan faktor-faktor seperti suplai air tawar, lokasi sungai, tinggi permukaan tanah, akumulasi garam karena penyinaran matahari secara langsung atau durasi penyinarannya. Dari hasil survei didapatkan hasil bahwa salinitas di lokasi penelitian berkisar antara 25‰ – 30‰. Hal ini berarti lokasi penanaman memiliki salinitas yang cocok sebagai tempat hidup tiga jenis mangrove yang akan ditanam.

3.1.7. Survei Pemeriksaan Tanah dan Vegetasi Lain.
Pekerjaan survei tanah dan vegetasi dilakukan untuk melakukan pengamatan secara visual mengenai sedimen/tanah lokasi penanaman mangrove. Beberapa spesies mangrove hanya akan tumbuh maksimal pada substrat yang sesuai. Hasil dari survei akan dijadikan rekomendasi untuk menentukan spesies mangrove apa yang akan ditanam di lokasi penanaman. Selanjutnya, juga dilakukan survei terhadap jenis-jenis vegetasi tanaman lain yang berada di sekitar lokasi penanaman untuk mengetahui sehingga bisa ditanggulangi pada saat penanaman.

Secara umum, tanah di lokasi penelitian termasuk kedalam golongan lumpur liat sampai dengan lumpur berpasir. Jenis mangrove yang ditemukan di lokasi diantaranya adalah Avicennia marina, Rhizophora mucronata, R. apiculata, Bruguiera gymnorriza dan Excoecaria agallocha yang diikuti oleh jenis asosiasi mangrove seperti Acanthus ilicifolius. Selain jenis mangrove, tanaman darat yang ditemukan dominan di lokasi penanaman adalah pohon pisang dan beluntas.

IV. PENYULUHAN KONSERVASI
4.1. Uraian

Penyuluhan konservasi mangrove mengikutsertakan mahasiswa, masyarakat, karang taruna dan perangkat desa setempat. Keikutsertaan mereka memberikan dampak positif secara langsung sehingga bisa terus menerus terlibat dalam pemeliharaan mangrove secara berkelanjutan.

Penyuluhan mengenai metode/tata cara pembibitan dan penanaman mangrove diberikan kepada masyarakat sehingga mereka mendapatkan pengetahuan berharga tentang pengelolaan ekosistem mangrove di daerah mereka. Pekerjaan penyuluhan konservasi diadakan dalam format sambung rasa dengan mendatangkan ketua kelompok nelayan, perangkat desa dan karang taruna setempat.

4.2. Kegiatan
Pada tanggal 12 Agustus 2007, dilakukan penyuluhan konservasi oleh KeSEMaT di Kelurahan Trimulyo, Kecamatan Genuk Semarang. Kegiatan dimulai pada pukul 08.16 WIB dan diakhiri pada pukul 10.00 WIB. Tema yang diangkat dalam penyuluhan konservasi adalah Mangrove Conservation: Mari Selamatkan Mangrove di Pesisir Kita. Sekarang! Materi yang disampaikan meliputi: (1) pengenalan jenis mangrove dan binatang-binatangnya; (2) penjelasan mengenai fungsi dan manfaat mangrove secara ekologi dan ekonomi; (3) pemutaran film mengenai ekosistem mangrove; (4) pengetahuan mengenai metode/tata cara pembibitan dan penanaman mangrove.

Kegiatan penyuluhan konservasi diikuti oleh kurang lebih 60 orang peserta yang berasal dari perangkat Desa Trimulyo, masyarakat, guru, kelompok nelayan, mahasiswa (UNDIP Semarang, UNNES Semarang, ITS Surabaya, UNRI Riau, IPB Bogor, POLITEK Semarang) dan karang taruna setempat.

4.2.1. Fasilitas

Setiap peserta penyuluhan konservasi, mendapatkan beberapa buah fasilitas berupa brosur ajakan untuk mengenal mangrove, kaos, stiker dan buku tentang resep panganan dari tumbuhan mangrove dan pendayagunaan ekosistem mangrove.

V. KONSERVASI
5.1. Uraian

Pekerjaan konservasi dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu persiapan tapak, pengangkutan bibit, pendistribusian bibit dan penanaman.

5.1.1. Persiapan Tapak
Sebelum dilakukan penanaman, lokasi penanaman telah disiapkan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada saat penanaman. Beberapa pekerjaan yang telah dilakukan adalah pembersihan lokasi penanaman dari vegetasi tumbuhan pengganggu dan pekerjaan penancapan ajir (potongan bambu dengan panjang 1 m yang diikatkan dengan bibit mangrove menggunakan tali rafia). Khusus untuk penancapan ajir, hal ini sengaja dilakukan dengan tujuan mempermudah dan mempercepat waktu penanaman yang akan mulai dilaksanakan di keesokan harinya.

5.1.2. Pengangkutan Bibit
Bibit diambil dari Pasar Banggi Rembang, dan diangkut dengan menggunakan armada truk menuju ke sekitar lokasi penanaman. Selanjutnya, bibit mangrove disimpan, diletakkan dan diatur sedemikian rupa sehingga bisa tersusun secara rapi, di lokasi yang terlindung dari sinar matahari secara langsung, selama satu hari. Kemudian, bibit mangrove mulai didistribusikan ke lokasi penanaman pada keesokan harinya.

Bibit mangrove diangkut dengan menggunakan armada truk, kemudian dibawa ke tempat penyimpanan sementara sebelum ditanam di lokasi penanaman.

5.1.3. Pendistribusian Bibit
Distribusi bibit dilakukan pada tanggal 11 Agustus 2007, sehari setelah bibit tiba di lokasi penanaman. Bibit didistribusikan ke lokasi penanaman dengan menggunakan armada perahu. Setelah semua bibit terdistribusikan dengan baik di lokasi penanaman, pekerjaan selanjutnya adalah penancapan ajir.

Kegiatan penancapan ajir dilakukan dengan dua tujuan yaitu: (1) sebagai penanda lokasi penanaman bibit mangrove sehingga akan mempermudah peserta dalam melakukan penanaman; (2) penggunaan ajir juga berfungsi agar bibit-bibit mangrove yang ditanam bisa berjajar secara rapi sehingga mempermudah dalam penghitungan kelulushidupan pada saat pekerjaan pemeliharaan dan monitoring; (3) ajir berguna menjaga bibit mangrove tidak roboh pada saat terjadi air pasang.

5.1.4. Penanaman
Acara penanaman dilakukan setelah penyuluhan konservasi selesai dilaksanakan, yaitu mulai pukul 09.16 WIB sampai dengan 17.00 WIB. Lokasi penanaman berada di bantaran sungai Kali Babon sepanjang kurang lebih 2 km.

Pada tahap penanaman, spesies mangrove yang digunakan berjumlah 6000 bibit, yang terdiri dari tiga spesies yaitu Rhizophora mucronata, R. apiculata dan Bruguiera gymnorrhiza. Penanaman spesies mangrove dikelompokkan berdasarkan spesiesnya.
Bibit mangrove ditanam di bantaran sungai Kali Babon dari hulu sampai dengan muara. Teknik penanaman mangrove menggunakan ajir. Penggunaan ajir berguna untuk menjaga bibit mangrove tidak tumbang ketika terkena ombak. Jarak tanam adalah ± 1 m x 1 m. Penanaman mangrove diatur sedemikian rupa sehingga ketiga jenis mangrove tidak tercampur supaya tidak merubah sifat alami mangrove yaitu membentuk tegakan murni.

Sepanjang lokasi penanaman, terdapat lima buah area sepanjang 3 m x 3 m yang sengaja dikosongkan untuk penambatan kapal dan sebagai akses jalan penduduk setempat. Hal ini dilakukan setelah berdiskusi dengan penduduk sekitar.

Pekerjaan penanaman melibatkan instansi, mahasiswa dan masyarakat setempat yang melakukan penanaman di lokasi secara serempak. Acara penanaman diikuti kurang lebih 60 orang peserta yang berasal dari perangkat Desa Trimulyo, masyarakat, guru, kelompok nelayan, mahasiswa (UNDIP, UNNES, ITS, UNRI, IPB, POLITEK) dan karang taruna setempat.

Pekerjaan penanaman tiga jenis bibit mangrove di bantaran Sungai Kali Babon yang dilakukan secara serempak dan diikuti oleh mahasiswa, karang taruna, kelompok nelayan dan masyarakat setempat.

Hal ini dilakukan untuk mendidik masyarakat dengan cara melibatkan mereka secara langsung sehingga muncul rasa memiliki mangrove di areal penanaman mangrove. Selanjutnya, usaha ini juga dilakukan untuk mempermudah pekerjaan pada saat tahap penyiangan dan pemeliharaan karena masyarakat bisa dengan mudah diajak bekerjasama. Hal ini karena mereka telah merasa memiliki mangrove yang mereka tanam.

VI. PEMELIHARAAN DAN MONITORING
6.1. Uraian

Pekerjaan pemeliharaan dan monitoring merupakan pekerjaan penyempurnaan dari kelima tahap di atas karena pekerjaan pemeliharaan dan penjagaan bibit-bibit mangrove yang telah ditanam diharapkan akan memiliki kelulushidupan yang maksimal sehingga program konservasi penanaman mangrove dapat berhasil dengan baik. Kegiatan ini terdiri dari kegiatan penyiangan, penanganan gangguan hama, penanggulangan terhadap kerusakan dan pengukuran pertumbuhan.

Pekerjaan pemeliharaan dan monitoring ini dilakukan setelah tahap pertama yaitu konservasi (persiapan tapak, pengangkutan bibit dan penanaman) telah dilaksanakan. Pekerjaan pemeliharaan dan monitoring dilakukan setiap satu minggu sekali mulai dari tanggal 20 Agustus 2007 sampai dengan 10 November 2007.

6.1.1. Penyiangan
Penyiangan dilakukan apabila kelulushidupan bibit - bibit mangrove yang telah ditanam, terus menerus mengalami penurunan. Penyiangan dilakukan dengan penyulaman yaitu mengganti bibit-bibit mangrove yang telah mati dengan bibit-bibit mangrove yang baru. Selain itu, juga dilakukan penebasan terhadap tumbuhan liar yang tumbuh di sekitar mangrove untuk mengurangi persaingan sehingga bibit-bibit mangrove yang telah ditanam bisa tumbuh dengan baik.

Pada minggu pertama sampai dengan minggu keempat (jangka waktu satu bulan), belum dilakukan penyiangan karena kelulushidupan mangrove masih tinggi yaitu mencapai 80%. Dalam jangka watu satu bulan, hal yang dilakukan adalah penebasan terhadap tumbuhan liar, penghitungan kelulushidupan, pembenahan ajir, pembersihan sampah plastik dan penyiraman bibit mangrove.

6.1.2. Penanganan Gangguan Hama
Jenis hama yang sering mangganggu selama masa pemeliharaan yaitu scale insect, kepiting dan udang lumpur. Penanggulangan scale insect dilakukan dengan penyemprotan secara periodik sekali seminggu dengan air laut.

Selain itu, lingkungan penanaman diusahakan sedemikian rupa sehingga musuh alaminya tidak bisa bertahan hidup sehingga scale insect bisa terbasmi secara alami. Penanganan gangguan ulat dan dilakukan dengan mencuci daun dengan air laut dan mengambilnya satu persatu kemudian membunuhnya.

Namun demikian, selama jangka waktu satu bulan, penanganan gangguan hama belum dilakukan karena bibit-bibit mangrove tidak mengalami kerusakan akibat gangguan hama. Kerusakan yang terjadi adalah akibat sampah, suhu tinggi dan pencemaran.

Jenis binatang pengganggu yang ditemui di lokasi pekerjaan adalah kambing, yang memakan daun bibit mangrove pada saat pekerjaan pendistribusian/penyimpanan bibit mangrove. Gangguan kambing diatasi dengan menjauhkan bibit-bibit mangrove dari lokasi yang sekiranya bisa dijangkau oleh kambing yaitu diletakkan di pinggir sungai yang terkena air pasang. Selain itu, dilakukan lobby persuasif kepada pemilik kambing untuk tidak menggembalakan kambingnya di lokasi penanaman mangrove.

6.1.3. Penanggulangan Terhadap Kerusakan
Selama masa paska penanaman, sering terjadi kerusakan yang diakibatkan oleh tanah lunak, angin kencang, ombak tinggi, arus air keras, minyak, sampah dan lumut laut. Untuk menanggulangi tanah lunak, angin kencang, ombak tinggi, arus air keras yang berakibat pada robohnya bibit sehingga hanyut dilakukan dengan menancapkan kembali ajir yang roboh dan mengikatnya dengan tali ke tanaman yang roboh. Di lokasi penanaman, bibit-bibit mangrove 20% layu karena sampah, kondisi bibit yang kurang baik pada saat penanaman, suhu tinggi dan pencemaran.

Kondisi bibit mangrove yang didokumentasikan pada tanggal 23 September 2007. Persentase bibit layu mencapai 20% yang disebabkan oleh gagalnya pola adaptasi, kondisi bibit yang kurang baik dan suhu di lokasi penanaman yang sangat tinggi.

Sampah plastik banyak ditemukan di lokasi penanaman (di sela-sela akar) sehingga menghalangi dan atau mengganggu jalannya pernafasan bibit-bibit mangrove. Penanggulangan sampah plastik dilakukan dengan cara mengambilnya satu per satu kemudian dimasukkan ke dalam tempat sampah (ember). Kegiatan pengambilan dan pengumpulan sampah plastik dimulai dari muara sampai dengan hulu. Setelah dikumpulkan, sampah dikeringkan dan dibakar di sekitar lokasi penanaman.

Selain sampah plastik, suhu tinggi menjadi salah satu penyebab layunya bibit-bibit mangrove yang telah ditanam. Rata-rata suhu di lokasi penanaman adalah 35°C yang termasuk tinggi sehingga mengakibatkan bibit-bibit mangrove layu. Untuk mencegah dan menanggulangi suhu tinggi, di setiap pekerjaan pemeliharaan dan monitoring dilakukan penyiraman dengan menggunakan air sungai. Penyiraman dilakukan dari muara sampai dengan hulu sungai.

Pencemaran air dan tanah diduga juga menjadi penyebab layunya bibit-bibit mangrove. Lokasi penanaman termasuk kedalam areal industri dimana limbah-limbah pabrik mengalir ke sungai dan laut. Hal ini diduga dapat menghambat pertumbuhan sebagian bibit-bibit mangrove sehingga kelulushidupannya tidak bisa maksimal.

6.1.4. Metode Pengukuran Pertumbuhan

Pengukuran pertumbuhan dilakukan dengan mengukur pertambahan tinggi atau panjang plumula, jumlah daun yang mekar, jumlah pasangan daun dan jumlah cabang. Pengukuran ini diadakan untuk mengetahui dan meneliti seberapa besar kelulushidupan bibit-bibit mangrove yang telah ditanam. Pengukuran dilakukan dalam rentang waktu tiga bulan sekali dengan melibatkan mahasiswa dan masyarakat sekitar lokasi penanaman.

Pada bulan pertama belum dilakukan pengukuran pertumbuhan terhadap bibit-bibit mangrove yang hidup. Pengukuran pertumbuhan baru akan dimulai setelah bibit berumur tiga bulan (untuk mengetahui tingkat pertumbuhan bibit mangrove). Bagian tanaman mangrove yang tumbuh dan berkembang bernama plumula atau pucuk daun muda. Bagian tanaman mangrove inilah yang menjadi indikator pertumbuhan walaupun ada daun bibit mangrovenya telah layu dan kering.

6.2. Pekerjaan Lain-lain dan Bahan Bibit
Kerjasama dengan lembaga penelitian lain atau instansi lainnya akan dilakukan apabila terjadi hasil penanaman yang tidak maksimal untuk memperoleh rekomendasi terhadap tata cara penanggulangan dampak yang diperoleh dari saran dan pengalaman tentang penanaman bibit mangrove yang diadakan di daerah lain. Namun demikian, hal ini belum dilakukan karena secara keseluruhan, pekerjaan konservasi masih bisa terlaksana dengan baik dengan hasil yang cukup memuaskan.

VII. EVALUASI
7.1. Uraian

Setiap minggu, pekerjaan pemeliharaan dan monitoring selalu dilakukan dengan tujuan untuk memaksimalkan kelulushidupan bibit mangrove yang telah ditanam pada pekerjaan konservasi. Secara umum, sejak dilakukan pekerjaan pemeliharaan dan monitoring pertama, yaitu pada tanggal 19 Agustus 2007, sampai dengan tanggal 30 September 2007, kondisi bibit mangrove dalam kondisi yang baik.

Namun demikian, di beberapa titik terjadi bibit layu yang menyebabkan kelulushidupannya tidak maksimal. Berikut ini disajikan mengenai data dan fakta, penjelasan, berikut tindak lanjut ke depan mengenai pekerjaan konservasi ini.

1. Fakta: Kelulushidupan sampai dengan tanggal 30 September 2007 mencapai 70%.
Penjelasan: Bibit layu sebanyak 30% (yang berada di sekitar muara sungai), diduga sebagai akibat dari kegagalan bibit mangrove dalam beradaptasi dengan suhu yang tinggi. Tindak lanjut: Akan dilakukan pekerjaan penyiangan berupa penyulaman terhadap bibit mangrove yang layu pada pekerjaan pemeliharaan dan monitoring berikutnya.

2. Fakta: Kambing memakan daun bibit mangrove pada saat pekerjaan distribusi/penyimpanan bibit mangrove. Penjelasan: Walaupun sudah diantisipasi, namun gangguan kambing pada saat pekerjaan distribusi/penyimpanan bibit mangrove masih saja terjadi. Tindak lanjut: Bibit mangrove tetap ditanam, karena plumula bibit sebagai indikator pertumbuhan, masih utuh.

3. Fakta: Bibit mangrove yang mengalami daun layu sebanyak 30%. Penjelasan: Daun layu sebagai akibat dari pola adaptasi bibit mangrove terhadap lingkungan dan suhu tinggi, bukan indikator kematian bibit. Tindak lanjut: Program penyiraman akan terus dilakukan pada pekerjaan pemeliharaan dan monitoring berikutnya.

4. Fakta: Suhu di lokasi penanaman sangat tinggi karena penanaman bibit mangrove dilakukan pada musim kemarau. Penjelasan: Suhu lokasi penanaman sangat tinggi sehingga menyebabkan bibit mangrove yang ditanam banyak yang layu. Tindak lanjut: Akan segera dilakukan pekerjaan penyiangan berupa penyulaman terhadap bibit mangrove yang layu pada pekerjaan pemeliharaan dan monitoring berikutnya yang dilakukan pada musim penghujan.

5. Fakta: Partisipasi dan antusiasme masyarakat sekitar dalam mengikuti pekerjaan konservasi belum maksimal. Penjelasan: Waktu yang diberikan untuk sosialisasi dalam pekerjaan konservasi dirasa masih kurang. Tindak lanjut: Setelah pekerjaan konservasi selesai secara keseluruhan, akan diupayakan melakukan pola pendekatan secara terus menerus melalui pekerjaan konservasi berikutnya.

VIII. PENYULAMAN
8.1. Uraian

Program penyulaman adalah sebuah usaha untuk mengganti bibit-bibit mangrove yang ditemukan layu dan atau mati di lapangan, untuk kemudian diganti dengan yang baru, demi menjaga kelulushidupan (sustainability) bibt-bibit mangrove, agar bisa terus hidup secara maksimal.

Program penyulaman telah dilaksanakan pada tanggal 4 November 2007 yang juga melibatkan 20 (dua puluh) orang volunter mangrove dari organisasi mangrove mahasiswa, KeSEMaT Universitas Diponegoro (UNDIP).

8.2. Pekerjaan Penyulaman
Pekerjaan penyulaman dimulai dengan survei lokasi (2-3 November 2007) untuk pembelian bibit, yang akhirnya ditetapkan di Desa Sidodadi Demak Jawa Tengah. Pemilihan Demak sebagai tempat pembelian bibit dalam tahap penyulaman ini dikarenakan lokasinya yang dekat dengan daerah penanaman, dan juga sebagai sebuah usaha untuk memperbesar kelulushidupan bibit mangrove.

Seperti telah diketahui, bahwa bibit yang berasal dari daerah terdekat dengan lokasi penanaman akan memiliki kelulushidupan lebih tinggi karena berasal dari lokasi yang memiliki substrat dan kondisi lingkungan yang sama.

8.2.1. Pendistribusian Bibit
Bibit dibeli dan diangkut ke lokasi pada tanggal 4 November 2007 dengan menggunakan armada motor. Bibit yang dipilih adalah dari jenis Rhizophora mucronata dan R. apiculata sebanyak 1200 buah, sesuai dengan jenis bibit yang telah ditanam di lokasi penanaman.

Bibit mangrove terdiri dari propagul (benih) dan bibit umur sekitar 90 hari (yang telah mengeluarkan satu sampai dengan dua pasang daun). Pemilihan benih dan bibit ini dilakukan setelah melihat fakta di lapangan bahwa ternyata ada beberapa buah bibit yang tidak bisa beradaptasi dengan baik (layu) karena pada saat pertama kali ditanam usianya diduga sudah terlalu tua.

Untuk mengatasi hal ini, pemilihan benih diharapkan bisa mengatasi permasalahan terhadap kesulitan pola adaptasi, karena umur benih yang masih muda maka pola adaptasi terhadap lingkungannya akan lebih mudah sehingga akan didapatkan kelulushidupan yang tinggi.

8.2.2. Penyulaman

Sebelum tahap penyulaman dimulai, dilakukan briefing oleh pihak rekanan kepada para volunter, mengenai tata acara penanaman mangove yang baik dan benar. Hal ini penting untuk dilakukan, mengingat pada saat pekerjaan penanaman, ada beberapa buah bibit yang tidak ditanam dengan teknik yang benar sehingga mengakibatkan pertumbuhan bibit mangrove tidak bisa maksimal.

Setelah briefing, tahap penyulaman segera dilakukan yang dimulai pada pukul 09.00 WIB - 12.00 WIB. Penyulaman difokuskan pada daerah hulu yang memang memiliki persentase bibit layu lebih banyak.

8.3. Pekerjaan Pemeliharaan dan Monitoring (Lanjutan)
Sebelum dilakukan pekerjaan penyulaman, pekerjaan pemeliharaan dan monitoring tetap dilakukan untuk memonitoring perkembangan bibit-bibit mangrove yang telah ditanam. Pekerjaan dilakukan setiap minggu dengan cara mendokumentasikan pertumbuhan bibit-bibit mangrove dan mengamati titik-titik di lokasi penanaman yang diduga mengalami indikasi bibit layu. Pengamatan ini penting, untuk menentukan titik mana di lokasi penanaman yang akan di dilakukan pekerjaan penyulaman.

PENUTUP
Dengan telah selesainya penyusunan Laporan Akhir Pekerjaan Konservasi dan Pemulihan Kualitas Lingkungan ini, maka telah selesai pulalah Pekerjaan Konservasi dan Pemulihan Kualitas Lingkungan yang dikerjakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Kota Semarang bekerjasama dengan KeSEMaT sebagai pihak rekanan.

Selanjutnya, masih diperlukan sebuah usaha lanjutan berupa pemeliharaan, monitoring dan penyulaman terhadap bibit-bibit mangrove yang telah ditanam mulai dari Bulan Juli 2007 sampai dengan tanggal 4 November 2007, untuk mendapatkan kelulushidupan bibit-bibit mangrove yang maksimal.

Faktanya, untuk mengkonservasi sebuah daerah yang terabrasi seperti yang terjadi di Kali Babon, Semarang, menjadi sebuah vegetasi atau bahkan hutan mangrove yang lebat, diperlukan waktu lama bahkan sampai bertahun-tahun dan bukanlah satu waktu/ periode/proyek saja.

Untuk itu, masih diperlukan program/pekerjaan konservasi berikutnya untuk mempertahankan kelulushidupan bibit-bibit mangrove agar tidak layu dan mati sehingga didapatkan sebuah kawasan vegetasi mangrove yang lebat, stabil kondisinya dan mampu menjalankan perannya dalam menjaga keseimbangan lingkungan sekitarnya.

Mengingat fungsi mangrove yang sangat penting dan berguna bagi alam sekitarnya dan kehidupan manusia, marilah kita bersama-sama, untuk mulai menyelamatkan ekosistem mangrove di pesisir kita. SEKARANG!

PERHATIAN

Kondisi terakhir bibit-bibit mangrove hasil MANGCON 2007, bisa Anda baca di bagian lain dalam KeSEMaTBLOG.

No comments:

Post a Comment