17.6.09

Konsep Mangrove Safe dan Kemungkinan Implementasinya di Indonesia (Bagian II)

Semarang – KeSEMaTBLOG. Adalah Aris Priyono (DK) yang menginisiasi lahirnya sebuah sertifikasi Mangrove Safe (MS) di Indonesia. Berikut ini adalah lanjutan dari artikel beliau yang telah pula dipublikasikan di dalam Jaringan KeSEMaTONLINE, beberapa waktu yang lalu. Selamat mencermati buah pikir beliau. Jangan lupa, dukung KeSEMaT dalam mengkampanyekan konsep MS ini, ke komunitas Anda, masing-masing. “Ingatlah, setiap satu ekor udang yang kita makan, bisa jadi satu batang pohon mangrove telah dikorbankan!”

I. LATAR BELAKANG
Melihat sebuah fakta tentang semakin mengganasnya kerusakan mangrove di Indonesia dan dunia, ada sebuah pemikiran dari KeSEMaT untuk mulai mencoba merintis pengeluaran Sertifikasi Mangrove-Safe (MS), layaknya Dolphin-Safe (DS). Apabila DS diperuntukkan untuk melindungi kepunahan ikan Lumba-lumba (Dolphin), maka MS akan dipergunakan sebagai sebuah jaminan bagi perusahaan pertambakan terutama udang agar mau dan mampu melindungi daerah mangrove-nya.

Sebagai informasi, latar belakang diberlakukannya DS sendiri adalah adanya sebuah keprihatinan yang luar biasa dari para aktivis Lumba-lumba di dunia akan terancamnya populasi mamalia laut ini, pada saat para produsen Tuna menangkap Tuna-tuna mereka. Seperti diketahui, ikan Tuna adalah makanan pokok Lumba-lumba. Pada saat proses penangkapan Tuna di laut inilah, terkadang para penjaring Tuna seringkali menangkap Lumba-lumba sehingga membahayakan populasinya.

Sebuah peraturan untuk tidak lagi menggunakan jaring, kecuali alat pancing, di dalam menangkap Tuna dengan tujuan untuk melindungi populasi Lumba-lumba, sudah lama disepakati dan dipatuhi oleh para produsen Tuna. Namun demikian, sebuah kekhawatiran dari para aktivis Lumba-lumba akan terjadinya kecurangan dalam pelaksanaan peraturan ini di lapangan, telah membuat para aktivis tersebut menginisiasi lahirnya sertifikasi standar yang menunjukkan bahwa produsen Tuna benar-benar tidak menangkap dan atau menyakiti Lumba-lumba pada saat memancing Tuna.

Lahirnya institusi DS di berbagai belahan dunia, bagaikan sebuah angin segar dalam upaya penyelamatan Lumba-lumba dari kepunahan. Menurut Earth Island Institute sebuah LSM Internasional yang bergerak dalam bidang penyelamatan lingkungan hidup termasuk penyelamatan mamalia laut yang berkedudukan di San Francisco Amerika Serikat, sejak diwajibkannya sertifikasi DS bagi setiap produsen Tuna di berbagai belahan dunia, persentase kematian Lumba-lumba dalam sepuluh tahun terakhir telah menurun tajam hingga 97%!. Sungguh sebuah upaya luar biasa dalam penyelamatan mamalia laut ini, dari kepunahan.

Berangkat dari pemikiran yang sama, untuk menyelamatkan hutan mangrove dari pembalakan para perusahaan pertambakan terutama udang, maka kehadiran MS dirasa sangatlah perlu untuk melindungi daerah mangrove dari kerusakan dan kepunahan. Adalah sebuah hal yang tak terbantahkan lagi bahwa setiap kali pertambakan terutama udang dibuka, maka pada saat itu jugalah berjuta-juta lahan mangrove ditebas. Maka, dengan kehadiran MS, diharapkan mampu untuk menekan perilaku nakal para perusahaan pertambakan terutama udang, agar lebih bijaksana lagi dalam mengelola ekosistem mangrovenya dengan cara melakukan program-program penanaman mangrove, di sekitar area pertambakannya.

Selanjutnya, sebuah kesadaran dari para konsumen udang untuk tidak mau mengkonsumsi udang apabila tidak memiliki sertifikat MS, kiranya harus mulai digalakkan dan disosialisasikan bukan hanya di Indonesia tapi juga di seluruh dunia. Sikap bijaksana para konsumen Tuna yang tidak mau mengkonsumsi Tuna, apabila tidak terdapat sertifikasi DS di setiap produk Tuna dan turunannya, kiranya patut dijadikan suri tauladan.

Apabila para konsumen udang telah memiliki sebuah semangat yang sama untuk tidak mau mengkonsumsi udang tanpa adanya sertifikasi MS di setiap kemasan udang dan turunannya, maka di masa depan, persentase kerusakan mangrove bisa jadi dapat ditekan layaknya Lumba-lumba. Pertanyaannya sekarang, bagaimana teknis dan realisasinya?

II. TEKNIS PELAKSANAAN MS
Secara teknis, setiap perusahaan pertambakan udang di seluruh Indonesia dan dunia harus diwajibkan memiliki sertifikat MS terlebih dahulu. Sertifikat ini akan menerangkan kepada para konsumen “pemakan udang” bahwa perusahaan udang tersebut telah mematuhi dan melaksanakan peraturan standar yang ditetapkan oleh institusi MS. Artinya, udang telah aman dikonsumsi oleh para konsumen, karena produsen udang telah bertindak adil terhadap mangrove dengan cara melakukan program penanaman mangrove sebagai kompensasi dari hilangnya beberapa hektar lahan mangrove yang dijadikan area pertambakan.

Sejatinya, tak hanya kompensasi penanaman saja yang harus dipatuhi oleh para perusahaan pertambakan udang. Masih banyak syarat lagi yang wajib dipatuhi seperti pelaksanaan sistem silvofishery (penanaman mangrove di pematang tambak) secara baik dan benar. Tiga konsep silvofishery yang mengatur tentang persentase mangrove yang harus lebih banyak daripada area pertambakannya, juga benar-benar wajib diperhatikan secara cermat untuk bisa dituangkan dalam SOP di setiap institusi MS.

Setelah SOP MS bisa dikembangkan, tantangan berikutnya adalah bagaimana caranya agar semua stakeholder yang berperan dalam industri udang bisa berkumpul dan duduk bersama untuk menyepakati kebijakan yang tertuang dalam SOP MS. Sebagai contoh, sejak DS mulai dikembangkan pada tahun 1990 oleh Earth Island Institute, sampai dengan sekarang (2009), SOP-nya telah “diadopsi” (baca: disepakati) oleh kira-kira 300 perusahaan ikan tuna, pabrik makanan kaleng, asosiasi-asosiasi eksportir dan importir, toko-toko dan rumah makan-rumah makan di seluruh dunia.

III. PERKEMBANGAN MS

Sejak mulai diwacanakan dan dipublikasikan oleh KeSEMaT di Jaringan KeSEMaTONLINE dan beberapa milist lingkungan, terutama milist Program Mitra Bahari (PMB) milik Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Pusat, pada tanggal 9 Januari 2009, pemikiran dan wacana tentang MS, telah bergulir sedemikian cepatnya. Puluhan email dari individu dan organisasi yang berasal dari berbagai provinsi di Indonesia yang mendukung dan menyumbangkan pemikiran tentang wacana MS, telah berhasil dirangkum oleh KeSEMaT menjadi sebuah Frequently Asked Questions of Mangrove Safe (FAQMS). Kedelapan belas FAQMS di bawah ini adalah delapan belas pertanyaan yang seringkali dipertanyakan mengenai konsep MS, sampai dengan Sosialisasi Kelompok Kerja Mangrove Nasional (KKMN) dan Koordinasi Pengelolaan Mangrove di Jawa Tengah, dilaksanakan. Berikut ini adalah FAQMS yang menerangkan tentang inti dari konsep MS.

IV. PEMBAHASAN FAQMS

1. Apakah MS?
MS adalah sebuah usaha manusia untuk bertindak adil dan bijaksana kepada ekosistem mangrove dengan cara memberikan kompensasi berupa penanaman mangrove di setiap lahan mangrove yang telah dirubah menjadi area pertambakan terutama udang dan peruntukan lainnya.

MS diharapkan bisa dilahirkan dari sebuah kesepakatan bersama antara masyarakat dan berbagai institusi yang berhubungan dengan produksi pertambakan terutama udang dan mangrove untuk mulai melakukan aksi bersama dalam usaha perlindungan dan penyelamatan ekosistem mangrove.

MS berarti sebuah sertifikasi yang menerangkan kepada masyarakat bahwa sebuah perusahaan pertambakan telah bertindak adil kepada ekosistem mangrove dengan cara memberikan kompensasi berupa penanaman mangrove dengan persentase yang benar, di sekitar area pertambakannya.

Dengan demikian, setiap perubahan lahan mangrove menjadi area pertambakan, tidak lantas menimbulkan kerusakan ekosistem mangrove secara permanen yang bisa mengancam kelestarian ekosistem mangrove di masa mendatang.

2. Bagaimana konsep MS sebenarnya?
Setiap produk dari perusahaan pertambakan terutama udang yang tidak memiliki sertifikasi MS, berarti dalam melakukan produksinya, perusahaan pertambakan tersebut telah menyakiti, menebang dan mematikan mangrove sehingga sebuah kompensasi berupa penanaman mangrove dengan persentase yang benar, tidak pernah dilakukan.

Harus disadari bersama, bahwa dengan tidak dilakukannya program penanaman mangrove oleh para perusahaan pertambakan terutama udang sebagai kompensasi atas dibukanya lahan mangrove untuk area pertambakan tersebut, berarti telah terjadi sebuah ketidakadilan karena usaha perubahan lahan mangrove menjadi area pertambakan telah mengakibatkan kerusakan mangrove secara permanen yang mengancam kelestarian mangrove di masa mendatang.

Karena MS berangkat dari konsep gerakan moral untuk menyelamatkan ekosistem mangrove, maka dihimbau agar masyarakat selaku konsumen perusahaan pertambakan, juga mempunyai kepedulian yang sama untuk menyukseskan konsep MS dengan cara tidak mengkonsumsi semua produk perusahaan pertambakan terutama udang, yang tidak memiliki sertifikasi MS.

Apabila perilaku masyarakat selaku konsumen pertambakan terutama udang telah terkelola dengan baik, maka selanjutnya, para perusahaan pertambakan akan merasa berkewajiban untuk selalu menyertifikasikan perusahaan pertambakannya sebagai syarat agar produk-produk perusahaan pertambakannya terutama udang bisa dipasarkan dan diterima oleh masyarakat selaku konsumennya.

Tak adanya sertifikasi MS di setiap produk perusahaan pertambakan terutama udang, akan mengakibatkan ditolaknya produk-produk pertambakan tersebut oleh masyarakat sehingga akan berakibat pada penurunan produksi dan penutupan perusahaan pertambakan tersebut, dengan sendirinya.

Tak hanya masyarakat selaku konsumen perusahaan pertambakan terutama udang, pihak produsen perusahaan pertambakan terutama udang dan turunannya seperti pabrik makanan kaleng, asosiasi-asosiasi eksportir dan importir, toko-toko dan rumah makan-rumah makan yang memasarkan produk turunan dari perusahaan pertambakan terutama udang, juga diharapkan bisa berpartisipasi dan mendukung konsep MS, ini.

Partisipasi dari para pabrik makanan kaleng, asosiasi-asosiasi eksportir dan importir, toko-toko dan rumah makan-rumah makan yang memasarkan produk turunan dari perusahaan pertambakan tersebut, bisa dilakukan dengan cara menolak setiap produk-produk dari perusahaan pertambakan yang tidak memiliki sertifikasi MS.

Dengan penerapan konsep MS seperti ini, diharapkan bisa menekan para perusahaan pertambakan terutama udang untuk mulai “membayarkan” kompensasinya atas setiap petak lahan mangrove yang telah dirubahnya menjadi area pertambakan terutama udang.

Hal seperti ini, diharapkan bisa berdampak positif bagi pelestarian ekosistem mangrove di masa depan, sehingga kerusakan mangrove bisa ditekan sampai dengan seminimal mungkin.

3. Benarkah, setiap kali pertambakan terutama udang, dibuka, maka setiap kali pula pohon-pohon mangrove ditebang?
Benar. Setiap kali pertambakan terutama udang, dibuka, maka setiap kali pula jutaan tegakan pohon mangrove telah ditebang. Tak hanya di Indonesia, bahkan di seluruh dunia, pertambakan terutama udang telah menjadi momok yang sangat menakutkan dan menjadi penyebab utama bagi penurunan kualitas dan kuantitas lahan mangrove di muka bumi ini.

4. Benarkah, pertambakan penyebab utama kerusakan mangrove?

Untuk pemikiran apakah betul bahwa tambak penyebab utama kerusakan mangrove, tentu saja bisa dibenarkan. Namun lebih dari itu, sebenarnya permasalahan utamanya bukan masalah tambak yang merusak mangrove, akan tetapi lebih kepada masih lemahnya kompensasi para perusahaan pertambakan untuk mengganti lahan mangrove yang telah dibukanya sebagai area pertambakan, tersebut. Hal terakhir inilah yang kiranya perlu direbut, untuk membantu mangrove mendapatkan haknya kembali.

5. Mengapa konsep MS terkesan hanya difokuskan kepada perusahaan pertambakan terutama udang padahal institusi lainnya juga menyebabkan kerusakan ekosistem mangrove?
Benar. Konsep MS, sejatinya tidak hanya diperuntukkan untuk perusahaan pertambakan terutama udang, saja. Lebih dari itu, ke depan, setelah konsep MS untuk pertambakan terutama udang tersepakati, maka institusi lainnya seperti institusi yang berkepentingan dalam perubahan lahan mangrove menjadi jalan tol, misalnya, juga akan dikenakan konsep MS, ini.

Untuk mendapatkan sertifikasi MS, institusi tersebut diharuskan memberikan kompensasinya dengan cara menanami lahan di sekitar jalan tol dengan pohon darat dengan persentase yang benar, sebagai pengganti peran mangrove dalam menjalankan fungsinya sebagai penyerap karbon.

Namun, karena konsep MS masih dirintis, maka pertambakan terutama udang, yang telah terbukti menyebabkan kerusakan lahan mangrove baik dari sisi kualitas dan kuantitas dengan persentase terbesarlah, yang pertama kali dibidik.

6. Dimanakah praktek-praktek pertambakan terutama udang yang merusak mangrove terjadi?
Di Indonesia, praktek-praktek pertambakan terutama udang yang merusak mangrove terjadi di hampir semua wilayah Indonesia seperti di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan pulau lainnya. Di dunia, praktek-praktek pertambakan terutama udang yang merusak mangrove banyak terjadi di Thailand, Vietnam, dan beberapa wilayah di benua Afrika.

Khusus untuk di Jawa Tengah, kerusakan mangrove telah terjadi di sebagian besar daerah pesisir pantai Utara Jawa seperti Pemalang, Tegal, Kendal, Tugu, Semarang, Demak, Jepara dan Rembang.

Di Semarang, selain reklamasi dan peruntukan lainnya, lahan mangrove telah terabrasi karena alih fungsinya menjadi area pertambakan ikan dan udang, seperti yang telah terjadi di kelurahan Trimulyo dan Tugurejo Semarang.

Mengingat fungsi mangrove yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia dan keseimbangan alam di masa depan, maka praktek-praktek pertambakan terutama udang yang merusak mangrove harus segera dicegah dan dihentikan.

7. Apakah semua perusahaan pertambakan terutama udang dan produk-produk turunannya, harus tersertifikasi MS?
Ya. Idealnya begitu. Apabila konsep MS benar-benar dijalankan dan disepakati bersama, maka semua perusahaan pertambakan terutama udang dan produk-produk turunannya, harus tersertifikasi MS.

Namun demikian, beberapa pihak yang tidak mau menyertifikasikan perusahaan pertambakan terutama udang dan produk-produk turunannya, juga tidak bisa dipaksa. Sebuah Institusi Independen Pembuat Sertifikat MS (I2PS-MS) yang diinisiasi oleh pemerintah dan atau swasta (LSM) akan mengatur masalah ini.

8. Apakah yang dimaksud dengan I2PS-MS?

Dalam konsep MS, wajib ada sebuah I2PS-MS. I2PS-MS adalah sebuah lembaga independen yang bertugas untuk mengatur dan menjalankan konsep MS agar berjalan sesuai prosedur yang telah disepakati bersama oleh perusahaan pertambakan terutama udang dan turunannya seperti pabrik makanan kaleng, asosiasi-asosiasi eksportir dan importir, toko-toko dan rumah makan-rumah makan yang ada di Indonesia. I2PS-MS sebaiknya diinisiasi dan didirikan atas prakarsa pemerintah dan atau swasta (LSM).

9. Bagaimana tata cara pembentukan dan sistem kerja I2PS-MS?
I2PS-MS bisa didirikan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Pusat dan atau departemen lainnya yang di Indonesia memiliki kuasa sebagai pengatur kebijakan tentang ekosistem mangrove.

I2PS-MS bisa juga didirikan oleh sebuah LSM/Yayasan independen yang telah dipercaya, ditunjuk dan disepakati bersama pendiriannya oleh para perusahaan pertambakan terutama udang dan turunannya seperti pabrik makanan kaleng, asosiasi-asosiasi eksportir dan importir, toko-toko dan rumah makan-rumah makan.

10. Bagaimana pula dengan tahapan dan sistem kerja I2PS-MS?
I2PS-MS akan bertugas mendata semua perusahaan pertambakan terutama udang dan turunannya seperti pabrik makanan kaleng, asosiasi-asosiasi eksportir dan importir, toko-toko dan rumah makan-rumah makan yang ada di Indonesia.

Selanjutnya, tahap pembangunan pusat data MS dilakukan. Tahap ini merupakan tahap pembangunan Jaringan MS. Jaringan MS akan berfungsi untuk mempermudah pendataan, pengkoordinasian dan pemberian sanksi terhadap para perusahaan pertambakan terutama udang dan turunannya seperti pabrik makanan kaleng, asosiasi-asosiasi eksportir dan importir, toko-toko dan rumah makan-rumah makan yang ada di Indonesia.

Setelah itu, I2PS-MS akan mulai membuat kebijakan dan SOP MS yang representatif dan komprehensif yang bisa diterima oleh semua perusahaan pertambakan terutama udang dan turunannya seperti pabrik makanan kaleng, asosiasi-asosiasi eksportir dan importir, toko-toko dan rumah makan-rumah makan yang ada di Indonesia.

Berikutnya, pemberian sertifikat MS akan mulai dilakukan dengan cara melakukan monitoring ke setiap perusahaan pertambakan terutama udang dan turunannya seperti pabrik makanan kaleng, asosiasi-asosiasi eksportir dan importir, toko-toko dan rumah makan-rumah makan yang ada di Indonesia yang terdaftar di Jaringan MS.

Setiap kali I2PS-MS menemukan pelanggaran SOP MS, maka I2PS-MS berhak memberikan sanksi kepada perusahaan pertambakan terutama udang dan turunannya seperti pabrik makanan kaleng, asosiasi-asosiasi eksportir dan importir, toko-toko dan rumah makan-rumah makan yang ada di Indonesia tersebut, berupa pemberitahuan kepada Jaringan I2PS-MS untuk memblokir perusahaan pertambakan terutama udang dan turunannya seperti pabrik makanan kaleng, asosiasi-asosiasi eksportir dan importir, toko-toko dan rumah makan-rumah makan yang ada di Indonesia tersebut, karena telah melanggar SOP MS.

Pelanggaran atas SOP MS ini, mengakibatkan tak diberikannya sertifikat MS oleh I2PS-MS. Seperti telah diinformasikan di dalam Poin 2, tak adanya sertifikasi MS di setiap produk perusahaan pertambakan terutama udang, akan mengakibatkan ditolaknya produk-produk pertambakan tersebut oleh masyarakat sehingga akan berakibat pada penurunan produksi dan penutupan perusahaan pertambakan tersebut, dengan sendirinya.

Sanksi akan dicabut, setelah ada pemberitahun dan keterangan resmi dari perusahaan pertambakan terutama udang dan turunannya seperti pabrik makanan kaleng, asosiasi-asosiasi eksportir dan importir, toko-toko dan rumah makan-rumah makan yang ada di Indonesia tersebut, bahwa mereka telah mengikuti SOP MS, kembali.

11. Bagaimana teknis pemantauan I2PS-MS dan berapa lama Sertifikat MS berlaku?
Dalam waktu tiga bulan sekali selama satu tahun, I2PS-MS akan mengirimkan sebuah formulir MS yang berisi pertanyaan tentang kondisi mangrove akibat aktivitas pertambakan kepada para perusahaan pertambakan terutama udang dan turunannya seperti pabrik makanan kaleng, asosiasi-asosiasi eksportir dan importir, toko-toko dan rumah makan-rumah makan yang ada di Indonesia yang terdaftar di dalam Jaringan MS.

Formulir MS wajib diisi dan dikirimkan kembali kepada I2PS-MS. Masa berlaku sertifikat MS adalah satu tahun dan sesudahnya, wajib diperbaharui kembali.

12. Apakah dengan diberlakukannya MS ini, pada nantinya semua perusahaan pertambakan terutama udang dan turunannya seperti pabrik makanan kaleng, asosiasi-asosiasi eksportir dan importir, toko-toko dan rumah makan-rumah makan yang ada di Indonesia berikut produk-produknya, diwajibkan untuk tersertifikasi dan terlabeli dengan sertifikat dan label MS?

Tidak. Hanya perusahaan pertambakan terutama udang dan turunannya seperti pabrik makanan kaleng, asosiasi-asosiasi eksportir dan importir, toko-toko dan rumah makan-rumah makan yang ada di Indonesia yang terdaftar di dalam Jaringan MS saja, yang akan diwajibkan untuk menyertakan sertifikat dan label MS di dalam setiap kemasan produk-produk mereka.

13. Apakah ada biaya apabila para perusahaan pertambakan terutama udang dan turunannya seperti pabrik makanan kaleng, asosiasi-asosiasi eksportir dan importir, toko-toko dan rumah makan-rumah makan yang ada di Indonesia berniat mengajukan permintaan sertifikat dan label produk-produknya kepada I2PS-MS?

Tidak.

14. Apakah yang diharapkan apabila konsep MS bisa disepakati dan dilaksanakan?

Tujuan inti dan mendasar dari MS sebenarnya adalah sebuah kampanye gerakan moral, untuk meminta kompensasi kepada para perusahaan pertambakan terutama udang agar membayarkan kompensasinya kepada mangrove berupa penanaman mangrove di sekitar pertambakannya untuk mengganti setiap lahan mangrove yang telah dibuka mereka menjadi area pertambakan terutama udang.

Sikap kepedulian manusia terhadap mangrove inilah, yang akan dicoba untuk dikampanyekan kepada para produsen pertambakan terutama udang dan kepada para masyarakat selaku konsumen pertambakan terutama udang, melalui konsep MS.

Sejatinya, saat ini, masyarakat Indonesia bahkan dunia selaku konsumen udang adalah manusia yang sadar dan peduli dengan mangrovenya, dan memiliki prinsip sama untuk tidak akan mengkonsumsi produk-produk pertambakan terutama udang apabila di setiap kemasannya tidak terdapat sertifikasi MS-nya.”

15. Bukankah sudah ada peraturan-peraturan dan kebijakan tentang mangrove di tingkat nasional dan daerah di Indonesia. Lalu bagaimanakah posisi dan peranan MS diantara peraturan dan kebijakan ini. Apakah tidak akan terjadi tumpang tindih kepentingan?
Ya. Memang sudah banyak peraturan-peraturan dan kebijakan tentang mangrove di tingkat nasional dan daerah di Indonesia dan dunia. Namun, pelaksanaan peraturan dan kebijakan mangrove tersebut terkesan hanya sepihak dengan sanksi hukum yang lemah.

Konsep MS tidak akan merubah peraturan dan kebijakan mangrove yang telah ada, justru sifatnya akan melengkapi bahkan semakin memperkuat dan mempertegas aturan dan kebijakan mangrove yang telah ada, tersebut.

Kelebihan konsep MS adalah, apabila disepakati bersama, para perusahaan pertambakan terutama udang dan turunannya seperti pabrik makanan kaleng, asosiasi-asosiasi eksportir dan importir, toko-toko dan rumah makan-rumah makan yang tergabung dalam Jaringan MS akan sangat terikat dengan sanksi yang sangat berat yaitu berupa penurunan produksi dan penutupan perusahaan pertambakannya, dengan sendirinya.

Konsep MS, juga akan menyatukan semua peraturan dan kebijakan mangrove nasional dan daerah, karena konsep MS telah didukung, disetujui dan disepakati bersama oleh semua stakeholder mangrove yang tergabung dalam Jaringan MS. Dengan demikian, peraturan mangrove yang bersifat “kedaerahan,” yang terkadang hanya berlaku di satu daerah dan tidak untuk daerah lainnya, bisa lebih dipersatukan.

16. Apakah keuntungan yang didapatkan oleh para perusahaan pertambakan terutama udang dan turunannya seperti pabrik makanan kaleng, asosiasi-asosiasi eksportir dan importir, toko-toko dan rumah makan-rumah makan setelah menerima konsep MS dan tergabung dalam Jaringan MS?
Tidak akan ada keuntungan apapun, kecuali predikat para perusahaan pertambakan terutama udang dan turunannya seperti pabrik makanan kaleng, asosiasi-asosiasi eksportir dan importir, toko-toko dan rumah makan-rumah makan akan semakin baik karena terbukti telah mau bertanggung jawab dan mampu bertindak adil kepada mangrove demi pelestarian alam dan manusia di masa mendatang.

Selain itu, masyarakat akan menilai sendiri, manakah para perusahaan pertambakan terutama udang dan turunannya seperti pabrik makanan kaleng, asosiasi-asosiasi eksportir dan importir, toko-toko dan rumah makan-rumah makan yang ramah mangrove dan mana yang tidak ramah kepada mangrove.

17. Bagaimanakah cara I2PS-MS dalam menyosialisasikan konsep MS kepada para perusahaan pertambakan terutama udang dan turunannya seperti pabrik makanan kaleng, asosiasi-asosiasi eksportir dan importir, toko-toko dan rumah makan-rumah makan. Apakah ada pemaksaan?

Pertama kali, I2PS-MS akan melakukan sosialisasi berupa pemberitahuan melalui internet dan surat edaran langsung dan atau kunjungan langsung ke para perusahaan pertambakan terutama udang dan turunannya seperti pabrik makanan kaleng, asosiasi-asosiasi eksportir dan importir, toko-toko dan rumah makan-rumah makan.

Selanjutnya, para perusahaan pertambakan terutama udang dan turunannya seperti pabrik makanan kaleng, asosiasi-asosiasi eksportir dan importir, toko-toko dan rumah makan-rumah makan dibebaskan untuk menerima dan atau menolak konsep MS, dengan cara ikut bergabung atau tidak, dalam Jaringan MS.

Tidak akan ada pemaksaan dalam proses penerimaan konsep MS ini, mengingat konsep MS lahir dan beranjak dari gerakan moral, belaka.

18. Apakah MS memiliki Jargon untuk dikampanyekan kepada masyarakat?

Ya. Di setiap kampanye MS, selalu diakhiri dengan kalimat berikut ini, “Ingatlah, setiap satu ekor udang yang kita makan, bisa jadi satu batang pohon mangrove telah dikorbankan!”

V. PENUTUP

Demikian, sebuah pemikiran bagi lahirnya sertifikasi MS dari KeSEMaT, yang logonya juga sudah didesain oleh KeSEMaT. Semoga bisa menjadi sebuah wacana dan pemahaman baru bagi kita. Namun demikian, masih banyak tantangan dan hambatan untuk merealisasikan MS, ini. Sebuah pemahaman dari beberapa pihak yang berpendapat bahwa kehadiran mangrove tidaklah diperlukan untuk meningkatkan produksi udang di area pertambakan, kiranya patut menjadi catatan tersendiri.

Pemikiran dan sumbangsih saran, masih sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan konsep MS, terutama pengalaman di lapangan berupa data-data mangrove berwujud angka yang mendukung. Data-data berupa angka ini, tentunya akan memperkuat konsep MS yang telah ada, yang ke depannya apabila disepakati bersama, bisa dipergunakan sebagai data penunjang bagi lahirnya draft SOP MS yang representatif dan komprehensif, yang bisa diterima oleh semua pihak. Salam MANGROVER!

SUMBER ACUAN

Fonseca, H. 2002. Mangroves: Local Livelihoods Versus Corporate Profits. World Rainforest Movement. Uruguay. 108 pp.
Priyono, A. 2007. Laporan Proyek Konservasi dan Pemulihan Kualitas Lingkungan. KeSEMaT, CV. Mitra Adhi Pranata dan Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Kota Semarang. Semarang.
----------. 2009. Laporan Proyek Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Kawasan Pesisir Semarang. KeSEMaT, Yayasan BINTARI dan FoE Jepang. Semarang.

SUMBER INTERNET

www.eartisland.org
www.kesemat.undip.ac.id

No comments:

Post a Comment