
Pemandangan sehari-hari seperti inilah, yang bisa dinikmati di desa pertama, yaitu Desa Cangkringan. Setiap pagi dan sore hari, air pasang selalu menggenangi perumahan warga, hingga warga terpaksa harus meninggikan bangunan-bangunan rumah mereka. Sedihnya lagi, genangan air pasang ini, telah memperburuk sanitasi, proses MCK hingga kesehatan masing-masing warga di Cangkringan, seringkali terganggu. Selanjutnya, lapangan bulutangkis yang dulunya ramai digunakan untuk latihan bersama para pemuda Desa Sri Wulan, sekarang ini juga sudah sepi, tak lagi dipakai lagi, karena telah dihuni oleh air asin. Astagfirullah!
Fakta-fakta di atas ini, menunjukkan bahwa reklamasi pantai yang tidak bijak, berupa penebangan pohon mangrove untuk area pertambakan dan penimbunan rawa untuk pemukiman warga, sangatlah merugikan. Konversi lahan mangrove, kini telah terbukti membuat ratusan KK menjadi sengsara, menunggu pemindahannya ke desa lainnya, yang lebih aman. Lahan-lahan tambak yang sudah tidak produktif lagi dan diterlantarkan penghuninya, membuat pesisir pantai Demak sangat rentan akan rob, sehingga bagaikan sebuah momok yang sangat menakutkan untuk ditinggali, karena sewaktu-waktu, bisa saja gelombang laut menenggelamkan pemukiman warga. Inilah, akibatnya jika kita menyepelekan peranan mangrove bagi pesisir kita. Semoga saja, kisah tragis ini menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua. Amin. Semangat MANGROVER!
No comments:
Post a Comment