Cemara tinggal di sebuah rumah-pantai mewah milik keluarga Pak Alex Sastromihardjo, seorang pengusaha makanan terkenal di Semarang. Sementara itu, Rhizophora hidup susah bersama sisa-sisa keluarga besarnya, di pesisir pantai gundul, yang mengelilingi restoran dan rumah mewah tersebut.
Pak Alex, yang seorang Kristiani adalah seorang pengusaha yang sukses. Dia sudah memulai usahanya di tahun 60-an. Bersama dengan keluarga besarnya, bapak empat anak ini mengawali usaha restorannya, dengan membuka warung makan kecil-kecilan di sebuah gang sempit di kawasan Simpang Lima Semarang, yang padat. Dengan ketekunan dan ketelatenannya, akhirnya bapak berkumis tebal ini bisa mengembangkan warung makannya menjadi sebuah restoran jawa yang sukses. Restorannya yang memang khusus menghidangkan masakan tradisional jawa ini, mampu bertahan sampai dengan sekarang dengan tiga buah cabang di Ungaran, Demak dan Yogyakarta.
Namun sayang, akhir-akhir ini sifatnya yang pemurah, baik hati dan ramah mendadak berubah menjadi sombong, tamak dan mudah marah. Perubahan sifatnya ini dipicu kesuksessannya dalam mengelola restoran jawanya. Dia beranggapan, kesuksesan yang diraihnya sekarang adalah berkat hasil usahanya (sendiri) tanpa bantuan orang lain. Selain itu, kabarnya dia juga mulai iri sehingga suka uring-uringan melihat kesuksesan restoran Pak Kayam, saingan beratnya, yang kini maju pesat.
Sifat tamak dan sombongnya ini, diperlihatkannya sewaktu meresmikan cabang keempat restorannya di Kendal, beberapa hari yang lalu. Dalam pidato peresmiannya, dia mengatakan, “Apabila Anda ingin sukses seperti saya, satu tips yang bisa saya berikan, yakinlah pada diri Anda sendiri. Apabila ada saran dan kritikan dari orang lain, tampunglah segala krritikan itu tapi tak usah dilakukan. Saya yakin, Anda itu punya kekuasaan dan konsep pribadi yang benar. Percayalah pada kemampuan diri Anda sendiri! Satu contoh, sewaktu ada orang dari LSM meminta saya untuk tak menebang pohon bakau di sekeliling kolam pemancingan restoran saya di Demak, saya tak menggubrisnya. Saya tetap menebangnya dan menjadikan lahan bakau sebagai kolam pemancingan ikan yang luas. Hasilnya, tiga restoran saya tiap hari selalu ramai dengan omzet jutaan rupiah. Lihatlah, sebentar lagi, restoran yang akan saya resmikan ini, kolam-kolam pancingnya akan saya perluas lagi. Akan saya bangun lagi hingga beratu-ratus buah. Semuanya demi memuaskan Anda semuanya!”
Malam harinya, di rumah pantai yang mewah, ditengah hujan deras dan gemuruh gelombang pasang. Bu Alex dan kedua putranya Ardi dan Adam, memperbincangkan pidato ayah mereka siang tadi. Ketiganya mulai mencemaskan perilaku Pak Alex yang takabur dan sombong. Bahkan Adam yang sangat peduli dengan lingkungan, memprotes keras rencana ayahnya yang berniat menebang semua mangrove yang mengelilingi kolam pemancingan restoran mereka di Semarang.
“Kalau minggu ini, Bapak benar-benar akan menebang habis pohon mangrove yang ada di sisi kanan kolam pancing kita, maka kita tidak akan punya benteng lagi untuk membendung gelombang laut yang sewaktu-waktu bisa menghantam kolam pemancingan kita, Bu. Penebangan di dua hari menjelang Natal, juga tak baik dan terkesan tak menghormati Tuhan, Bu.”
“Ibu juga tahu, Dam. Tapi Ibu juga tak mau usaha bapakmu kalah saingan. Kamu tahu sendiri, usaha restoran Pak Kayam, saingan berat Bapak, kini maju pesat. Kalau sampai restoran Pak Kayam lebih maju dari kita, Bapak masih belum siap menerima kekalahan itu. Bapak harus bertindak cepat.”
“Ya, tapi caranya bukan dengan menebang mangrove, Bu. Pembenahan manajemen dan peningkatan cita rasa makanan dan pelayanan jauh lebih penting. Penebangan mangrove akan membahayakan hidup kita, Bu.Terlebih, sekarang ini musim barat. Air pasang, sewaktu-waktu bisa menenggelamkan restoran kita.”
“Ibu tahu, Dam. Tapi Bapak juga benar. Kalau kolam pemancingan tak diperluas lagi, tamu-tamu yang banyak berkunjung ke restoran kita, tak akan bisa tertampung lagi. Akibatnya, mereka akan lari ke restoran Pak Kayam di sebelah restoran kita itu.”
Pembicaraan Bu Alex dengan Adam dan Ardi masih berlangsung hingga larut malam. Tanpa sepengetahuan ketiganya, diam-diam Cemara yang sekarang ini tinggal di pojok rumah dengan berbagai perhiasan lampu dan pernak-pernik natalnya, sempat menguping dan mendengar semua pembicaraan Bu Alex dengan kedua putranya itu. Cemara sedih, tapi dia tak bisa berbuat apa-apa. Dia mengkhawatirkan nasib Rhizophora sahabatnya.
Kalau benar, Pak Alex akan memperluas kolam pemancingannya, berarti dua hari lagi, Rhizophora akan menemui ajalnya. “Ya, Tuhan, mohon bukakanlah pintu hati Pak Alex. Jangan kau biarkan dia membunuh sahabatku, Rhizophora. Bertahun-tahun, dia telah hidup menderita di pesisir pantai itu. Keluarga Rhizophora telah banyak dibunuh demi memuaskan ambisi Pak Alex membangun restoran dan kolam pemancingannya. Jangan sampai ada yang terbunuh lagi, Tuhan. Tuhan, ijinkanlah dia berbahagia di hari Natal tahun ini. Tuhan, aku ingin sekali mengucapkan selamat Natal untuk dia. Jangan biarkan dia mati, aku ingin melihat dia bahagia di hari Natal ini,” begitu doa Cemara kepada Tuhannya.
Pagi harinya, Cemara sempat mengirimkan kabar kepada Rhizophora tentang apa yang didengarnya tadi malam. Rhizophora yang nampak lusuh dan terluka setelah menyelamatkan pesisir pantai dari abrasi akibat gelombang pasang semalam, nampak tersenyum mendengar kabar itu. Dia berkata,”Kamu tak usah cemas dan bersedih. Semua kejadian baik dan buruk yang terjadi dalam hidupku, selalu kupasrahkan pada Tuhan. Aku tak akan menolak, apabila Minggu ini, ajalku akan terenggut oleh pembantu-pembantu Pak Alex. Aku sudah sangat biasa melihat dengan mata kepalaku sendiri, pembunuhan dan pembantaian sadis yang dilakukan bapak kejam itu, kepada keluarga besarku. Kakek, Nenek, Ayah, Ibu, dan keseratus lebih saudaraku, semua telah tewas di tangannya.”
Mendengar jawaban Rhizophora, Cemara tak kuasa menahan tangisnya. Dia terisak keras, sembari memikirkan nasib Rhizophora yang tak kunjung merasakan kesenangan. Semenjak dilahirkan di bumi ini, dia tak pernah merasakan bepergian ke luar kota atau keluar negeri layaknya dirinya yang sering diajak bepergian di musim liburan dan Natal. Rhizophora juga tak pernah dihias sewaktu Natal, dan tak pernah diselimuti dengan selimut tebal sebagai penghangat tubuhnya dari dinginnya malam. Jangankan diberi makan dan minum dengan gizi dan vitamin yang lengkap, untuk tetap bertahan hidup dari amukan gelombang saja sudah sulit. Sahabatnya itu, tak pernah pusing dengan kandungan gizi dalam makanan dan minumannya.
Memikirkan ini, Cemara kadang ingin berlari kemudian memeluk Rhizophora. Dia berharap, Tuhan bisa merubahnya menjadi seorang manusia yang baik, yang bisa melindungi dan merubah nasib tragis Rhizophra ke arah yang lebih baik.
Minggu pagi, di bawah rintikan hujan, Pak Alex bersama dengan pembantu-pembantunya bersiap-siap menuju ke rumah Rhizophora untuk mengeksekusi mati dia dan sedikit kerabatnya yang masih tersisa. Dengan membawa gergaji mesin dan beberapa buah peralatan tajam lainnya, dia segera menginstruksikan kepada anak buahnya untuk menebagi semua keluarga Rhizophora yang tanpa dosa itu. Satu persatu, keluarga pohon pesisir itu ditebangi, mulai dari akar, batang dan daunnya.
Cemara yang tak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa menatap nanar dari balik jendela kaca di dalam rumah mewahnya. Sudah kering air matanya dalam meratapi nasib sahabatnya. Tak kuasa melihat proses pembunuhan dan pembantaian Rhizophora dan keluarganya, dia menundukkan kepalanya sambil berdoa semoga Rhizophora sekarang tenang dan damai di surga dan berkata lirih, “Selamat Natal, Rhizophora. Aku yakin, sekarang kamu dan keluargamu sudah tenang di surga dibalut kasih Natal nan damai. Oh, Tuhan, selalu berkati dia. Amin. Rhizophora. Selamat Natal, ya. Tunggu aku di sana.”
alo bos, kayanya comment yang ini ga usah di-approve aja deh. cuman kasih komentar ajah ma teman KeSEMaT; bagaimana kalo bikin ceritanya disambungkan juga dengan konteks lokasinya. moso Solo yang di tengah daratan gitu ada mangrove-nya? entar usaha teman-teman untuk membedakan mangrove dan tanaman yang hidup di pinggir kolam jadi rancu lagi dong..
ReplyDeleteoke deh, selamat berkarya buat KeSEMaT yaks.. KeSEMaT emang bikin bangga