Trio W ternyata bukanlah penyanyi. Trio W juga bukanlah sekelompok orang, melainkan kumpulan Tiga Hama Pengganggu (THP) yang seringkali menyebabkan kerusakan mangrove di desa kecil, yang terletak kurang lebih tujuh kilometer dari Kota Demak, itu. Trio W adalah Wedhus (Kambing), Wideng (Kepiting) dan Wong (Orang).
Trio W memang ganas. Terbukti, pola manajemen yang telah apik diperlihatkan oleh masyarakat Surodadi, belum mampu untuk meredam “gempuran” THP ini. Desa Surodadi termasuk desa pesisir berprestasi. Di masa pemerintahan Gus Dur, desa ini meraih prestasi tingkat Nasional sebagai peraih penghargaan pemerintah untuk Intensifikasi Tambak (INTAM).
Kategori ini diberikan atas pencapaian masyarakatnya yang berhasil mengatur manajemen penggabungan antara tambak udang dan bandeng mereka dan mangrove dengan sangat baik. Lihatlah foto di atas, para KeSEMaTERS yang pada tanggal 26-27 Januari 2008 mengunjungi desa tersebut saat acara KeSEMaTOUR 2008: Pelantikan Anggota KeSEMaT Angkatan VIII Periode 2007/2008, nampak sedang beristirahat di bawah rimbunnya dedaunan mangrove yang tumbuh lebat di sekeliling tambak.
Seperti di Rembang, di sini, mangrove juga ditanam secara swadaya, dan sudah dioptimalkan fungsinya untuk pencegah abrasi pantai dan pembibitan mangrove untuk dijual ke masyarakat luas. Bedanya, tambak-tambak ikan di Desa Sudodadi, telah dikelilingi oleh mangrove dengan baik. Hal seperti ini, belum ditemukan di Rembang. Namun sayang, karena adanya Trio W, mangrove jenis Avicennia dan Rhizophora yang banyak mendominasi, kini terancam keberadaannya.
Menurut Ketua Kelompok Tani Mangrove yaitu Bapak Mastur, tantangan terbesar, justru datang dari W terakhir, yaitu Wong. Orang, manusia, atau oknum masyarakat setempat, masih saja ada yang belum sadar akan arti penting mangrove. Walaupun sebagian dari mereka sudah terbagi menjadi kelompok-kelompok nelayan, mangrove dan kelompok sosial lainnya, namun karena perbedaan kepentingan, mereka menebang mangrove demi kepentingan ekonomi.
Pola tebang mangrove ganti mangrove, memang juga sudah digalakkan, namun hasilnya tidak maksimal. Dari wawancara yang dilakukan oleh KeSEMaT, sanksi yang belum jelas dan pemakluman atas perbuatan penebangan mangrove karena faktor kasihan akan kondisi ekonomi, menjadi dua penyebab kekurangefektifan peraturan ini.
Akhirnya, perjalanan masyarakat Surodadi Demak dalam mengelola mangrovenya masih sangat panjang. Sebuah penghargaan INTAM tingkat Nasional, tak menjadi jaminan akan hilangnya permasalahan mangrove di desa tersebut. Kami hanya berharap, agar masyarakat pesisir Surodadi tetap memiliki semangat juang untuk bersama-sama memberantas Trio W sampai ke akar-akarnya.
Jangan sampai, mangrove yang telah terkelola dengan baik ini, menjadi rusak bahkan hilang, hanya gara-gara “goyangan maut” Trio W. Mari bersama, selamatkan mangrove kita. SEKARANG!
Artikel-artikel di blog ini bagus-bagus. Coba lebih dipopulerkan lagi di Lintasberita.com akan lebih berguna buat pembaca di seluruh tanah air. Dan kami juga telah memiliki plugin untuk Blogspot dengan installasi mudah. Salam!
ReplyDeletehttp://www.lintasberita.com/Lokal/Bukan_senggolan_dahsyat_Trio_Macan_tapi_goyangan_maut_Trio_W/