10.2.09

Mengapa Tak Ada Mangrove di Pematang Tambak Pak Yadi?

Rembang - KeSEMaTBLOG. Sewaktu melakukan kunjungan ke Rembang pada saat KeSEMaTOUR 2009 (7-8/02), tepatnya di Desa Pasar Banggi, tempat kediaman Bapak Suyadi (baca: Pak Yadi) - Pahlawan Mangrove kami, ada beberapa catatan kecil yang kiranya perlu kami informasikan kepada masyarakat. Sebuah fakta tentang tak adanya tegakan mangrove di pematang tambak Pak Yadi, seringkali membuat tanda tanya besar dalam benak mereka.

Kalau Pak Yadi adalah penerima puluhan penghargaan lingkungan tingkat nasional sebagai penyelamat mangrove, mengapa tidak ada satupun mangrove yang ditanam di pematang tambaknya? Bukankah sistem silvofishery mengharuskan adanya tegakan mangrove di pematang-pematang tambak? Lalu, dimanakah letak tegakan mangrove yang katanya sudah ditanam oleh Pak Yadi sedari tahun 1964, itu?

Sebelum menjawab tiga pertanyaan kritis yang seringkali dilontarkan oleh masyarakat Indonesia kepada KeSEMaT, perlu kami sampaikan bahwa sebenarnya secara tersirat, beberapa kali kami telah membahas mengenai fenomena tak adanya tegakan mangrove di Desa Pasar Banggi ini, di Jaringan KeSEMaTONLINE. Namun, kiranya banyak juga yang masih belum mengerti sehingga mengharapkan kepada KeSEMaT agar bisa menjawab dan membahasnya kembali.

Untuk pertanyaan mengenai, “Mengapa tidak ada satupun mangrove yang ditanam di pematang tambaknya?” Dijawab langsung oleh Pak Yadi dengan menerangkan mengenai dwifungsi tambak-tambak di Pasar Banggi. Tak adanya tegakan mangrove di sepanjang pematang tambak ikan dan garam di sana, memang disengaja untuk menjaga produksi garam.

Memang, tambak-tambak milik masyarakat di Desa Pasar Banggi memiliki dua fungsi, yaitu sebagai tambak ikan dan tambak garam. Saat musim hujan tiba, masyarakat Pasar Banggi memfungsikan tambak mereka sebagai tambak ikan. Namun, apabila musim kemarau tiba, tambak garamlah yang akan menggantikan tambak ikan tersebut, untuk menunjang perekonomian mereka.

Selanjutnya, tegakan mangrove yang ditanam di pematang tambak, akan menghalangi pola penyinaran matahari ke tambak, saat tambak garam difungsikan di musim kemarau. Terhalangnya sinar matahari yang masuk ke tambak, akan mengganggu produksi garam. Dengan demikian jelas, bibit-bibit mangrove di Pasar Banggi, memang sengaja tidak ditanam di pematang tambak.

Pertanyaan kedua tentang, “Bukankah sistem silvofishery mengharuskan adanya tegakan mangrove di pematang-pematang tambak?” Pertanyaan ini bisa dijawab dengan menjelaskan bahwa untuk sistem silvofishery tidak mengharuskan adanya tegakan mangrove di pematang-pematang tambak. Terdapat tiga sistem silvofishery yang mewajibkan persentase mangrove harus lebih besar dari tambak, dengan komposisi 80:20, 70:30, dan 60:40. Namun, sebuah keharusan untuk menanam tegakan mangrove-nya di pematang tambak, tidak diatur.

Pertanyaan terakhir, “Lalu, dimanakah letak tegakan mangrove yang katanya sudah ditanam oleh Pak Yadi sedari tahun 1964, itu?” Pak Yadi menanam bibit-bibit mangrovenya, di sepanjang garis pantai. Apabila kita berkunjung ke Pasar Banggi, semua pesisir pantai di desa itu, telah tertutup rapat oleh hutan mangrove. Lihatlah foto di atas, di belakang KeSEMaTERS itulah, bibit-bibit mangrove telah ditanam oleh Pak Yadi dan kelompoknya.

Di tahun 2009 ini, bibit-bibit mangrove itu, telah menjelma menjadi pohon-pohon mangrove besar yang mampu melindungi tambak-tambak dan pemukiman-pemukiman penduduk di Pasar Banggi, dari ancaman abrasi, angin topan, gelombang laut, instrusi air laut dan ancaman alam yang merusak, lainnya. Sungguh, sebuah upaya luar biasa, yang patut kita contoh dan suri tauladani. Salam MANGROVER!

No comments:

Post a Comment