29.4.08

Rahasia Keberhasilan Rehabilitasi Mangrove di Rembang

Semarang - KeSEMaTBLOG. Setelah membaca artikel di KeSEMaTBLOG berjudul “Pak Yadi, baik-baik saja,” seorang Bapak dari Surabaya, tertarik megetahui lebih jauh mengenai kondisi mangrove di Rembang. Beliau menanyakan kepada KeSEMaT, apa rahasia dibalik keberhasilan Bapak Suyadi (lihat foto Pak Yadi (bertopi) di samping ini, pada saat menjelaskan tentang teknik pembibitan mangrove kepada KeSEMaTERS, di kebun bibit mangrovenya) sehingga kawasan mangrove miliknya dijadikan rujukan bagi masyarakat Jawa Tengah yang ingin mengelola lahan mangrove gundul menjadi kawasan mangrove yang lebat.

Untuk menjelaskan hal ini, kami menampilkan sebuah artikel tentang kondisi umum mangrove di Rembang plus tips and trick teknik penanaman dan pemeliharaan program rehabilitasi mangrove yang telah dilakukan oleh Pak Yadi sehingga berhasil menghijaukan kembali pesisir Rembang yang dulunya gundul. Berkat usahanya ini, Pak Yadi dan kelompok tani mangrovenya berhasil mendapatkan Piagam Penghargaan dari Menteri Negara Lingkungan Hidup sebagai calon penerima KALPATARU kategori Pengabdi Lingkungan di tahun 2006.

Informasi di bawah ini, ditulis langsung oleh Bapak Suyadi, selaku Ketua Kelompok Pelestari Sumberdaya Alam Desa Pesisir di Pasar Banggi Kabupaten Rembang. Tim KeSEMaTBLOG sedikit merevisi susunan kalimat tanpa merubah arti, agar lebih enak dibaca dan dinikmati. Selamat membaca, semoga bermanfaat.

Jenis mangrove
Secara umum, jenis mangrove yang ada di Rembang terdiri dari (1) Pedada (Sonneratia); (2) Api-api (Avicennia); dan (3) Bakau (Rhizophora). Selanjutnya, Bakau terdiri dari (a) Bakau Biru (Bakau Besar); (b) Bakau Putih/Tumu; dan (c) Bakau Merah/ Tanjang.

Ciri-ciri Pedada adalah pohonnya bisa tumbuh besar, berbuah seperti manggis dan berdaun bulat tebal. Sementara itu, Api-api memiliki akar yang timbul dari bawah sehingga bisa menahan endapan tanah. Buahnya kecil-kecil dan bisa dimakan. Jenis ini, sangat cocok apabila ditanam di tanah berpasir dan sepanjang tanggul tambak. Kemudian, Bakau Biru/Besar berakar tunggang dan jarang. Buahnya berwarna hijau, panjang dan besar. Panjang buahnya bisa mencapai 40 - 50 cm. Bakau jenis ini berdaun lebar dan tebal. Bakau lainnya yaitu Bakau putih. Akarnya tunggang dan memilki banyak cabang pohon. Daunnya agak putih dan berbuah pendek antara 20 - 25 cm. Bakau terakhir yang ditemukan adalah Bakau Merah/Tanjang. Bakau ini memiliki akar tunggang yang banyak, tangkai daun dan daunnya berwarna merah dan berbuah kecil-pendek sekitar 10 - 15 cm. Sebagai catatan, tanaman bakau cocok sekali ditanam di daerah abrasi, karena akarnya banyak dan kuat untuk menahan gelombang.

Teknik penanaman
1. Benih tanaman
Benih yang dapat dipakai sebagai calon bibit adalah yang sudah tua dan berkualitas baik. Buah/benih dikumpulkan dari pohon induk atau pohon yang sudah tua, berumur minimal 8 tahun. Pengumpulan benih dapat dilakukan dengan memetik buah yang sudah tua atau mengumpulkan buah yang jatuh di sekitar pohon. Kemudian, buah diseleksi untuk mendapatkan benih yang berkualitas baik. Benih yang telah dikumpulkan dan diseleksi harus cepat disemaikan atau direndam dalam air, supaya tidak cepat kering.

2. Sistem Pembibitan Cabutan
1. Bibit tanpa polibek
Benih disemaikan dahulu di tepi pantai yang berlumpur tanpa menggunakan polibek. Setelah berumur 5 - 6 bulan, bibit dipindahkan ke lapangan. Untuk daerah genangan air, bibit minimal berumur 1 tahun.

2. Bibit dengan polibek
Sistem bibit dalam polibek sangat efisien karena (a) Tidak perlu menyiram setiap hari. Pada saat air pasang, bisa tergenang sendiri. Diusahakan, bibit berada di bawah pohon mangrove. (b) Tidak perlu naungan buatan. (c) Lokasi pembibitan diusahakan yang bebas dari ombak.

Adapun benih yang belum bisa disemai di pembibitan sebaiknya diikat untuk selanjutnya direndam/dibenamkan di tepi pantai yang berlumpur. Penanaman diutamakan di tepi pantai yang belum tertanami. Untuk menambah kerapatan tanaman, sebaiknya bibit mangrove ditanam dengan jarak tanam 2 m 3 bibit, masing-masing berjarak 1 x 1 m atau ½ x ½ m. Hal ini dilakukan agar apabila ada bibit yang mati, jarak tanam tetap ideal.

Penanaman bibit mangrove menggunakan tiga cara
1. Memakai benih yang langsung ditanam/ditancapkan di pantai.
Cara menanam benih adalah miring, menurut arus ombak supaya tidak roboh.

2. Memakai bibit cabutan.
Diusahakan bibit yang masih muda, berdaun 3 - 4 pasang. Jarak antara pencabutan sampai dengan penanaman adalah 2 - 4 hari.

3. Memakai bibit dalam polibek.
Penanaman pada saat surut di siang hari (September s/d Januari).

Berdasarkan pengalaman di Rembang, bibit mangrove yang berasal dari polibek tingkat keberhasilannya akan lebih besar. Sebagai tambahan, lokasi penanaman yang tergenang air lebih baik dibuatkan parit dengan arah membujur ke arah ombak di waktu surut, supaya air tidak menggenangi lokasi penanaman yang bisa mengakibatkan kematian bibit-bibit mangrove.

Program pemeliharaan
Untuk program pemeliharaan mangrove di Rembang, meliputi penyulaman yang dilakukan di lokasi persemaian/pembibitan dan lapangan. Penyulaman dimaksudkan untuk mendapatkan jarak yang ideal. Selanjutnya, hama yang ditemukan di sepanjang kawasan mangrove di Rembang terdiri dari ganggang laut dan hewan pengganggu seperti runti/trisipan (teritip), wideng/kepiting/ketam, tikus, kambing, dan manusia.

1. Ganggang laut.
Ganggang laut banyak ditemukan di Desa Pasar Banggi, Rembang. Program pemeliharaan dilakukan sebagai langkah pemberantasan ganggang laut/sampah plastik, yang sering menempel pada tanaman muda, yang mengakibatkan tanaman patah dan rusak.

2. Runti/Trisipan (Teritip)
Teritip menyerang pangkal batang dan menempel/makan kulit bawah daun mangrove muda sehingga berlubang dan akhirnya mati.

3. Wideng
Wideng biasanya menyerang tanaman muda berumur 1 tahun. Pada saat air pasang, Wideng naik ke atas dan memangsa daun-daun dan batang bakau yang masih muda.

4. Tikus
Tikus pada saat air surut memangsa batang tanaman dan buah mangrove muda, yang mengakibatkan kematian.

5. Kambing
Kambing memangsa bibit mangrove di sepanjang tepi tanggul dan pantai yang dilaluinya.

6. Manusia
Kegiatan manusia seperti menjala ikan bisa menyebabkan tersangkut dan tercabutnya bibit mangrove. Selain itu, penjala ikan bisa menginjak biji/benih mangrove. Pengumpulan udang nener juga berpotensi untuk mencabut benih. Apalagi, apabila pencari ikan menarik jaringnya. Selain itu, perahu nelayan yang mendarat di sekitar tanaman mangrove, bisa merusak bibit mangrove karena menimbulkan ombak yang besar.

Demikian infomasi teknik rehabilitasi mangrove di Rembang yang telah berhasil dilakukan oleh Bapak Suyadi dan kelompok tani mangrovenya. Sebagai catatan, teknik rehabilitasi mangrove di Rembang ini agak sedikit berbeda dengan teknik rehabilitasi mangrove yang dilakukan oleh KeSEMaT di Jepara. Hal ini bisa terjadi karena teknik rehabilitasi mangrove memang berbeda-beda di setiap daerah, menyesuaikan dengan kondisi alam dan budaya masyarakat setempat.

No comments:

Post a Comment