15.4.09

Tambak dan Wisata Mangrove. Pilih Mana?

Semarang – KeSEMaTBLOG. Di Asia, tingkat produksi udang setiap tahunnya, dari yang tertinggi hingga terendah ditempati oleh Thailand, India, Bangladesh, Indonesia, Vietnam, Philipina, dan Malaysia. Indonesia berada di peringkat keempat setelah Thailand, India dan Bangladesh. Seperti yang dilansir oleh WRM (2001), produksi tahunan pertambakan udang di Indonesia mencapai 60.000 – 80.000 ton. Adalah rahasia umum, bahwa setiap kali pertambakan udang dibuka, maka berjuta hektar lahan mangrove telah dikorbankan. Maka apabila kita melihat dari begitu besarnya angka produksi udang di Indonesia setiap tahunnya, tak bisa kita bayangkan lagi berapa hektar lahan mangrove yang telah ditebang untuk “menggenjot” tingkat produksi udang yang sangat besar, itu.

Sedihnya, ini tidak terjadi di Indonesia, saja. Hal ini juga terjadi di keenam negara Asia lainnya, seperti yang tersebut di atas.

Berbagai permasalahan seputar Mangrove Versus Tambak Udang (MVTU) ini, bagaikan dua keping mata uang yang tak bisa dipisahkan. Jutaan kasus telah terjadi di wilayah pesisir berkaitan dengan MVTU. Sebuah kisah pembunuhan seorang wanita bernama Korunamoyee Sardar yang mempertahankan tanahnya dari penggusuran karena peruntukan pertambakan udang di Bangladesh, telah menggugah dunia internasional bahwa memang kasus-kasus MVTU tak boleh dipandang sebagai mangrove melawan tambak udang belaka, namun juga harus dilihat dari sisi sosial budaya, dimana pembukaan lahan mangrove demi tambak, juga telah menjarah lahan masyarakat setempat yang notabene telah bertahun-tahun bertempat tinggal di sekitarnya.

Selanjutnya, khusus di Indonesia, ratusan bahkan mungkin ribuan organisasi dan institusi mangrove telah terbentuk dan dibentuk untuk bersama-sama melakukan upaya penyelamatan mangrove. Beragam solusi juga telah ditawarkan oleh mereka di jutaan kali seminar, pelatihan dan penyuluhan yang diselenggarakan oleh mereka. Hasilnya, beragam kebijakan dan peraturan juga telah pula dibuat untuk melindungi kepunahan mangrove. Namun, sampai dengan artikel ini ditulis, kiranya nasib mangrove belum begitu banyak berubah ke arah perbaikan.

Nampaknya, memang sudah tak ada ruang lagi bagi mangrove untuk tumbuh dan berkembang. Namun demikian, jangan menyerah, setidaknya masih ada sedikit harapan dengan mulai maraknya dibangun kawasan-kawasan konservasi di berbagai negara tersebut. Sebagai contoh, Indonesia telah memiliki Mangrove Information Center (MIC) yang berlokasi di pulau Dewata, Bali.

Dengan telah dibangunnya MIC yang diinisiasi oleh Departemen Kehutanan dan Japan International Cooperation Agency (JICA), MIC yang disebut juga sebagai Pusat Informasi Mangrove (PIM) ini, telah terbukti mampu menginformasikan mangrove kepada masyarakat Indonesia bahkan dunia. PIM juga telah berhasil menarik ribuan pengunjung dari individu, institusi dan organisasi dari dalam dan luar negeri untuk melakukan studi banding, kajian, seminar, pelatihan dan berbagai aktivitas konservasi lainnya, di sana.

MIC berada di Denpasar, tepatnya di Jl. By Pass Ngurah Rai, Km. 21. Suwung Kauh, Denpasar. PO. Box 1115 Tuban, Bali. Sebelum mengunjungi MIC untuk melakukan berbagai aktivitas konservasi Anda, Anda bisa menginap di hotel yang bertebaran di Denpasar. Hotel-hotel di Bali menyediakan tempat yang sangat representatif bagi Anda. Selengkapnya mengenai informasi hotel di Bali bisa Anda temukan di sini.

Semoga saja, dengan hadirnya kawasan konservasi mangrove seperti ini, di setiap negara di dunia yang memiliki area mangrove, maka anak cucu kita masih sempat merasakan perlindungannya dan masih pula melihat keindahannya di masa mendatang. Pertanyaan yang timbul sekarang, manakah yang lebih Anda pilih (lihat foto di atas). Tambak atau wisata mangrove? Marilah kita pikirkan bersama. Salam MANGROVER!

2 comments:

  1. "Nampaknya, memang sudah tak ada ruang lagi bagi mangrove untuk tumbuh dan berkembang"
    lebih tepat apabila "apakah mangrove dapat bertahan????"
    isu ttg global warming yang berdampak pada kenaikan permukaan air laut, potensial/actual threat bagi mangrove saat ini hingga ke depan nanti.
    Tambak udang memang perlu dikaji lagi dalam hal produktifitas. Lebih tepat apabila tambak yang dlm status "hidup segan mati tak mau" terlebih lagi yang sudah terbengkalai dikembalikan ke kaidah/fungsi ekologi (awal).
    Langkah di atas akan membuka ruang untuk migrasi mangrove agar dapat bertahan dari kenaikan muka air laut.

    ReplyDelete
  2. Liburan ke Bali tidak selalu menghabiskan biaya banyak. Beberapa penerbangan domestik Indonesia menawarkan harga tiket murah untuk periode tertentu. Selain itu banyak hotel di Bali memberikan harga khusus kepada wisatawan Indonesia dalam Rupiah. Beragam pilihan Bali hotel serta Bali
    villas
    dapat ditemukan online.

    ReplyDelete