29.4.09

Tanam Mangrove untuk Senang-senang, Saja? Sebaiknya, Jangan!

Semarang – KeSEMaTBLOG. Beberapa Rekan (sebut saja A) yang berkonsultasi dengan kami di salah satu Jaringan KeSEMaTONLINE, yaitu KeSEMaTFACEBOOK, seringkali menanyakan mengenai bagaimanakah pendapat KeSEMaT apabila mereka berencana untuk melakukan program penanaman mangrove dengan tujuan untuk Senang-Senang, Saja (S3). S3? Apa maksudnya? Untuk memperjelas pengertian S3, berikut ini adalah percakapan yang kami cuplik antara KeSEMaT dengan A, di KeSEMaTFACEBOOK.

A: “Selamat siang, KeSEMaT.”
KeSEMaT: “Selamat siang. Salam MANGROVER!”
A: “Salam MANGROVER!”
KeSEMaT: “Ada yang bisa kita diskusikan seputar mangrove?”
A: “Ya, mohon informasi mengenai harga bibit mangrove. Kami mau beli 1000 buah dari KeSEMaT untuk program penanaman mangrove.”
KeSEMaT: “Ya. Konsep dan tujuan jangka panjang penanaman mangrove ini, seperti apa?”
A: “Kami hanya ingin berlibur sembari jalan-jalan saja di pesisir pantai, sambil menanam mangrove.”
KeSEMaT: “Baik. Jika demikian, setelah ditanam, siapa yang akan memelihara mangrove-nya?”
A: “Itu-lah yang menjadi kendala kami. Kami tidak tahu, siapa yang akan memelihara bibit-bibit mangrove kami tersebut, karena setelah menanam, kami akan langsung kembali ke rumah kami dan kembali melakukan aktivitas kami sehari-hari.”
KeSEMaT: “Baik. Berapa jauh, lokasi rumah Anda dengan lokasi penanaman mangrove yang direncanakan?”
A: “Jauh sekali. Intinya, kami tak bisa lagi pergi ke lokasi penanaman mangrove itu, karena kami tak tahu lagi apakah ada rencana lagi berlibur ke sana. Mungkin, KeSEMaT ada saran?”
KeSEMaT: “Baiklah. Kalau begitu, kami sarankan, Anda bekerjasama dengan masyarakat dan atau kelompok tani setempat. Harus dipastikan, siapa yang akan memelihara bibit-bibit mangrove Anda tersebut, untuk menjamin kelulushidupannya yang optimal.”
A: “Nah, itulah yang belum kami lakukan. Enaknya, gimana, ya?”
KeSEMaT: “Sebaiknya, hal yang di atas ini dilakukan. Karena, apabila konsepnya hanya untuk S3 saja, sebaiknya jangan dilakukan.”
A: “Maksudnya bagaimana?”
KeSEMaT: “Sayang tenaga dan uang Anda. Penanaman mangrove yang serampangan asal tancap saja, persentase kelulushidupannya sangat rendah. Jadi, apabila Anda mau menanam 1000 bibit mangrove tanpa perencanaan yang matang, maka akan sia-sia-lah usaha Anda tersebut. Niat baik untuk menyelamatkan mangrove tanpa didasari dengan teknik rehabilitasi mangrove yang benar, maka hasilnya tidak akan bisa maksimal.
A: “Lalu, kami harus bagaimana, sebaiknya?”
KeSEMaT: “Sekali lagi, kami menyarankan kepada Anda agar mau melakukan persiapan yang lebih matang lagi, termasuk meneliti terlebih dahulu lokasi penanamannya dan status tanahnya. Program-program penanaman tanaman mangrove, tidak bisa disamakan dengan program-program penanaman tanaman lainnya. Kita harus benar-benar mempersiapkannya secara matang, mulai dari sebelum, saat dan setelah penanaman mangrove.”

Itulah cuplikan percakapan yang puluhan kali terjadi di KeSEMaTFACEBOOK. Perlu diketahui bahwa kami sebenarnya sangat senang dan gembira melihat geliat A dan masyarakat Indonesia, yang sekarang ini mulai terinisiasi untuk secara swadaya mulai melakukan program-program penanaman mangrove di masing-masing daerahnya. Namun demikian, apabila tujuan akhirnya hanyalah untuk bersenang-senang belaka, tentunya bukanlah hal seperti ini yang kita inginkan bersama.

Bukannya tidak mendukung penanaman mangrove yang sifatnya hanya untuk S3, justru kami sangat mendorong agar masyarakat lebih banyak lagi berinisiasi untuk melakukan hal ini (secara swadaya). Namun, tentu saja dengan catatan bahwa program-program rehabilitasi mangrove harus benar-benar dijalankan sesuai dengan kaidahnya yang benar. Jadi, tidak asal tanam saja, melainkan juga harus dipelihara dan dipersiapkan dengan matang, konsepnya (lihat foto di atas, pada saat KeSEMaTERS melakukan pemeliharaan mangrove di Arboretum Mangrove KeSEMaT Teluk Awur Jepara, di setiap minggunya, secara kontinyu).

Selanjutnya, seperti yang telah berkali-kali kami informasikan di dalam Jaringan KeSEMaTONLINE, bahwa penanaman tumbuhan pesisir yang bernama mangrove ini, memang tidak boleh main-main. Setelah ditanam, kita tidak boleh membiarkannya begitu saja, tanpa melakukan pemeliharaan yang baik dan benar. Mengapa demikian, karena sejatinya kesuksesan program rehabilitasi mangrove, tak hanya ditentukan dari teknik penanamannya yang harus benar belaka, melainkan lebih banyak ditentukan dari program-program pemeliharaan mangrove yang dilakukan secara kontinyu setiap waktu.

Jadi, apabila kita masih saja menginginkan penanaman mangrove dengan konsep S3, maka kita harus benar-benar memikirkan bagaimana caranya agar setelah ditanam, bibit-bibit mangrove kita masih bisa bertahan hidup di lokasi penanaman dalam jangka waktu yang lama. Maka, untuk mengatasi masalah ini, pola kerjasama dengan masyarakat dan atau kelompok tani yang berada di sekitar lokasi penanaman, sangatlah dianjurkan. Mengapa demikian (?). Karena apabila kita sudah tidak punya waktu lagi untuk memelihara bibit-bibit mangrove yang telah kita tanam, maka merekalah yang akan menggantikan tanggung jawab kita sebagai pemelihara bayi-bayi mangrove, tadi. Dengan demikian, kelulushidupan bibit-bibit mangrove kita, sedikit banyak bisa dijamin.

Yang disayangkan adalah, bahwa penanaman-mangrove-S3, seringkali disalahgunakan oleh oknum tertentu untuk “pamer” dirinya dan atau organisasinya. Penanaman mangrove yang dilakukan itu, hanya diadakan agar dipandang oleh orang atau organisasi lainnya bahwa dirinya atau organisasinya tersebut “eksis” dan peduli dengan mangrove. Sungguh, apabila hal ini benar terjadi, maka betapa malunya kita sebagai manusia kepada mangrove, yang sehari-hari telah berjasa besar mencegah masuknya air laut ke darat sehingga air minum yang kita konsumsi tidak asin dan aman untuk kita minum. Salam MANGROVER!

No comments:

Post a Comment