Pati - KeSEMaTBLOG. KeSEMaT kembali memenuhi undangan sebagai narasumber, kali ini dalam rangka Pembekalan Peserta Pengembangan Kelembagaan Pelaku Utama Peningkatan Kelas Kelompok Tani Hutan yang diselenggarakan oleh Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Wilayah II, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) di Wisata Mina Mangrove, Desa Tunggulsari, Kabupaten Pati. (29/10/21).
Dalam kesempatan ini, Sdr. Ghifar Naufal Aslam (Presiden) berbagi pengalamannya mengenai pengolahan produk-produk dari tumbuhan mangrove, berupa jajanan, batik dan kopi mangrove, yang selama ini sudah dikembangkan oleh KeSEMaT bersama dengan warga binaannya. Diskusi kali ini, dihadiri oleh berbagai Kelompok Tani Mangrove dari Pati.
Acara yang berlangsung mulai pukul 08.00-13.00 WIB ini, dibuka dengan sambutan dari Bpk. Mashadiyono, (Plt Kepala CDK Wilayah II) dengan memperkenalkan narasumber terlebih dahulu, dan tujuan diadakannya kegiatan.
“Kami semua berharap, semoga acara pada hari ini, dapat berjalan dengan lancar hingga selesai, dan harapan saya, hasil dari diskusi yang disampaikan oleh ketiga narasumber, dapat bermanfaat bagi petani mangrove, dalam peningkatan kelembagaannya,” ujar Bpk. Mashadiyono.
“Pengembangan kelompok tani mangrove, pada dasarnya harus memiliki syarat administrasi yang jelas, karena dapat dijadikan sebagai bentuk legalitas suatu kelompok," tutur Bpk. Suyatno. “Kelompok tani hutan juga dibagi menjadi beberapa klasifikasi, seperti tingkat pemula, madya dan utama,” tambahnya.
Materi kedua disampaikan oleh Sdr. Ghifar yang menjelaskan bahwa tumbuhan mangrove dapat diolah menjadi berbagai macam jajanan, seperti peyek, stik, cendol, kerupuk dan masih banyak lagi. Kandungan gizi yang dimiliki juga tinggi, seperti tepung mangrove dari jenis Bruguiera gymnorrhiza dan Avicennia marina, berturut-turut 24% dan 21%.
“Batik mangrove yang diproduksi oleh warga binaan KeSEMaT, memiliki motif yang unik, seperti flora dan fauna khas ekosistem mangrove, dan pastinya menggunakan 100% pewarna alami dari limbah mangrove yang ramah lingkungan. Harga jualnya juga tinggi, sehingga dapat membantu menggerakan ekonomi warga di sekitar Semarang Mangrove Center,” tutur Presiden.
Materi selanjutnya adalah pengolahan kopi mangrove, yaitu kopi robusta yang dicampur dengan bahan olahan propagul mangrove yang sudah dikeringkan, kemudian disangrai dan dihaluskan.
Materi terakhir disampaikan oleh Bpk. Adi Sucipto yang menceritakan pengalamannya dalam merintis kelompok ekowisata mangrove yang terdapat di Desa Kertomulyo, Pati.
“Saya pernah dianggap gila oleh masyarakat sekitar, karena mungkin menurut mereka buat apa mengurusi mangrove yang tidak ada manfaatnya," kisah Bpk. Adi. "Namun, hal itulah yang menjadi motivasi saya dalam mengelola mangrove yang ada di desa saya. Saya akan perlihatkan kepada masyarakat sekitar, bahwa mangrove ini memiliki beragam fungsi dan manfaat yang dapat kita rasakan. Semoga dengan adanya edukasi ke masyarakat ini, akan dapat membuat masyarakat lebih sadar dan menjaga mangrove yang ada,” harapnya.
Acara ditutup oleh moderator, yaitu Bpk. Edi Maryanto dengan mempersilakan para narasumber untuk memberikan closing statement yang diakhiri dengan foto bersama. (AP/ADM/GNA).
No comments:
Post a Comment