Selain itu, di samping kiri, kanan, depan dan belakang lahan pesisir yang sebenarnya indah itu, telah terkonversi menjadi tambak-tambak ikan yang sekarang (hampir) tak produktif lagi. Akibatnya, penjualan lahan tambak tak produktif untuk dijadikan KI mulai marak terjadi sehingga pengurugan tanah alias reklamasinya tanpa bisa dibendung lagi, melanda hampir di semua wilayah pesisir Trimulyo.
Trimulyo adalah sebuah kelurahan kecil yang berbatasan dengan daerah industri Terboyo Semarang. Desa yang termasuk kedalam Kecamatan Genuk ini, memiliki jenis mangrove yang lumayan beragam. Avicennia, Acanthus, Rhizophora dan berbagai mangrove asosiasi adalah beberapa yang terlihat, pada saat saya mengunjunginya ke sana. Namun walaupun banyak memiliki keanekaragaman jenis seperti itu, nampaknya masyarakat di sana tidak sadar (tidak tahu), betapa pentingnya fungsi mangrove bagi kehidupannya. Mereka telah menebangi mangrove dan menjadikannya tambak-tambak ikan plus KI.
Lihatlah, foto di atas! Betapa areal yang dulunya (seharusnya) adalah hutan mangrove, kini habis, musnah dan lenyap (hampir) tak bersisa. Semuanya berubah menjadi tambak dan KI. Tak ada lagi proteksi alam terhadap manusia. Alat ampuh pencegah tsunami, abrasi, angin kencang dan penyaring bahan pencemar, bernama mangrove itu, kini disulap menjadi “lapangan bola pesisir”. Ini berbahaya!
Namun leganya, Pemerintah Kota (PEMKOT) setempat sepertinya mulai sadar dan berinisiatif untuk mengadakan penanaman mangrove di bantaran sungai menuju ke arah laut. Sewaktu saya ke sana, saya banyak melihat Rhizophora yang Insya Allah mulai tumbuh baik di sepanjang sungai. Ini tentu saja hal yang menggembirakan. Namun demikian, kita jangan menjadi cepat puas. Keberhasilan penanaman mangrove di bantaran sungai ini hanyalah sebagian kecil apabila dibandingkan dengan kerusakan mangrove yang kini “membayangi” Trimulyo.
Pola edukasi ke masyarakat sekitar tampaknya juga sudah mulai ditanamkan. Sewaktu bercakap-cakap dengan salah seorang masyarakat Trimulyo, mereka mengatakan bahwa mereka tak berani lagi menebang mangrove karena tidak diperbolehkan oleh PEMKOT setempat. Saya kira ini sebuah usaha yang bagus.
Saya melihat, usaha untuk menegakkan “peraturan mangrove” sudah mulai dilakukan. Walaupun mungkin hasilnya belum maksimal, tapi harus tetap dihargai. Mendidik dan merubah persepsi masyarakat untuk mau menjaga ekosistem mangrovenya, bukanlah pekerjaan mudah. Dibutuhkan ketelatenan dan upaya edukasi dari PEMKOT dan stake holder lainnya, secara terus menerus terhadap masyarakat Trimulyo. Hasilnya? Kita tunggu saja beberapa tahun ke depan.
Selamatkan Mangrove Trimulyo!
Selanjutnya, untuk mulai menyelamatkan ekosistem mangrove di Trimulyo, ada beberapa hal yang harus dilakukan. Selain teknik penanaman, pemilihan jenis mangrove yang tepat dan upaya edukasi yang tak pernah putus, masalah status tanah juga harus dipikirkan. Menurut informasi yang didapatkan dari masyarakat sekitar, tambak-tambak tak produktif, kini mulai dijual dan berpindah tangan. Sebagian tambak ini akan direklamasi dan diurug menjadi KI. Wah!
Apabila status tanahnya saja, tidak jelas seperti ini, program rehabilitasi mangrove juga akan terganggu. Kita tentu saja tidak bisa menanam mangrove di satu areal yang tahun depan tanahnya akan diurug demi pembangunan KI, misalnya. Saya takutnya, bantaran sungai yang mangrovenya sudah tumbuh baik itu, jangan-jangan juga akan diurug demi “memuaskan” ambisi segelintir orang kaya yang ingin memperkaya diri dengan membangun KI-nya. Kalau ini terjadi, penanaman mangrove hanyalah akan menjadi sesuatu hal yang sangat sia-sia. Hari ini ditanam, esok hari ditebang. Sama juga bohong!
Kesimpulan, dibutuhkan kejelasan dan sikap tegas dari PEMKOT atas status tanah ini. Kalau belum jelas, mending diurungkan saja penanaman mangrove-nya, sampai mendapatkan kejelasan yang pasti, soal status tanahnya. Daripada membuang-buang uang toh akhirnya pohonnya juga ditebang, lebih baik uangnya dialokasikan ke proyek lainnya yang lebih berguna. Mari bersama, selamatkan mangrove Trimulyo. Sekarang!
No comments:
Post a Comment