Semarang – KeSEMaTBLOG. Melalui salah satu Jaringan KeSEMaTONLINE, yaitu KeSEMaTFACEBOOK, kami banyak sekali menerima pengaduan tentang permasalahan rehabilitasi mangrove di beberapa lokasi di Indonesia. Dua diantaranya, yang menjadi perhatian kami adalah kasus di Riau dan Balikpapan. Di salah satu lokasi di Riau, ada sebuah pelaporan, dimana semangat para mahasiswa untuk melakukan upaya penanaman mangrove di kawasan pesisir sana, tak mendapatkan dukungan yang layak dari pihak terkait. Selanjutnya, di sebuah titik di Balikpapan, program-program rehabilitasi mangrove juga dilaporkan terus menerus mengalami kegagalan, akibat bibit mangrove yang tergerus ombak.
Untuk menanggapi kasus di Riau, kami telah membagi pengalaman delapan tahun kami, dalam mengelola ekosistem mangrove di Jawa Tengah, khususnya di Semarang, Demak dan Jepara. Penolakan demi penolakan juga tak pernah absen kami terima, di awal-awal perjuangan kami. Namun, dengan mengusung sebuah niat baik untuk dapat menyelamatkan ekosistem mangrove, pada akhirnya kami berhasil meyakinkan banyak dinas, institusi pemerintahan, swasta dan LSM untuk mau bekerja sama dengan kami. Satu kata kunci, bahwa apabila kita berniat serius untuk bekerja di mangrove, maka sebuah konsistensi dan kontinyuitas adalah hal utama. Mengingat pertumbuhan mangrove sangat sangat sangat lambat, maka kita harus mau dan mampu mengatur diri kita, agar tetap memiliki semangat dan konsistensi tinggi dalam mengelola mangrove, dalam jangka waktu yang lumayan lama, pula.
Permasalahan teknis yang sangat umum ditemui, seperti ditolaknya puluhan proposal setelah dibagikan ke berbagai stake holder lingkungan di Riau, kami jawab dengan sebuah saran untuk tak patah arang dalam melakukan pendekatan kepada mereka. Pengalaman kami mengajarkan bahwa pemangku kebijakan sebenarnya juga memiliki semangat yang sama dalam menyelamatkan mangrove. Namun, terkadang hambatan sistem dan birokrasi di Indonesia yang agak rumit-lah yang seringkali mengganjal semangat idealis yang diusung oleh Rekan-rekan mahasiswa di Riau dan para stake holder lingkungan di sana, dalam melakukan kerjasama. Jadi, hanya tinggal mengatur waktu yang pas saja, agar keduanya bisa saling bekerjasama.
Sementara itu, di Balikpapan (lihat foto di atas, saat KeSEMaTERS melakukan survey mangrove di hutan mangrove Balikpapan), terjangan ombak yang sangat kuat, berkali-kali menghantam bibit-bibit mangrove yang telah ditanam-baik dengan ajir, di sekitar muara sungai. Berkali-kali penanaman mangrove dilakukan, namun tak kunjung mendatangkan hasil yang optimal. Apa pasal? Karena beberapa waktu setelah ditanam, bibit-bibit mangrove tumbang, roboh dan kemudian tewas tak bernyawa.
Menanggapi kasus ini, kami banyak bertanya mengenai teknis penanaman yang telah dilakukan di sana. Apakah benar, teknik penanaman telah dilakukan dengan benar dan bagaimanakah bentuk ajir yang digunakan. Untuk melakukan penanaman mangrove di sebuah kawasan yang memiliki tipikal ombak berkekuatan tinggi, maka sebaiknya digunakan Ajir Bambu Utuh (ABU) yang dipotong menyilang bagian bawahnya, dengan tinggi kurang lebih setengah meter, dan bukan ajir yang berupa potongan bambu, saja. Teknik penanamannya adalah, bibit mangrove dimasukkan ke dalam selongsong ABU, kemudian ABU ditancapkan ke tanah. Penancapan ABU ke dalam tanah diusahakan agak dalam agar memperkuat daya tahannya terhadap “serbuan” ombak.
Tak hanya itu saja, apabila benar ombak di lokasi memiliki kekuatan terjangan yang sangat tinggi, maka kami juga memberikan informasi mengenai pembangunan pemecah ombak. Sebaiknya, pemecah ombak yang dibangun dengan konsep kearifan lokal (seperti pemecah ombak dari bambu dan ban bekas yang bisa dibangun sendiri oleh masyarakat sekitar) dan bukan pemecah ombak yang mahal, dibangun terlebih dahulu di sekitarnya, sebelum kemudian diadakan penanaman mangrove. Hal ini berfungsi agar mangrove bisa tumbuh dengan baik terlebih dahulu, dan memiliki kesempatan untuk memperbesar akar-akarnya. Setelah lima tahun kemudian, di saat pemecah ombak tak kuat lagi menahan ombak, maka mangrove akan menggantikan pekerjaannya dalam menahan derasnya gelombang laut yang menyebabkan abrasi.
Setelah bertukar informasi dan pengalaman-mangrove-kami, kepada dua Rekan kami di Riau dan Balikpapan, tak lupa kami mengucapkan terima kasih kami yang sebesar-besarnya kepada mereka, karena turut bekerja bersama kami dalam rangka menyelamatkan hidup ekosistem mangrove Indonesia, dari kepunahannya di masa mendatang.
Satu hal yang membuat kami bangga dan salut kepada kedua Rekan kami tersebut adalah, semangat juang mereka yang sangat tinggi dalam rangka berjuang demi mangrove di daerahnya masing-masing. Para mahasiswa di Riau telah berkata kepada kami bahwa tak akan pernah berhenti untuk melakukan upaya pendekatan kepada pihak terkait di sana, demi menyelamatkan ekosistem mangrovenya yang terancam karena industri pertambangan. Selanjutnya, Rekan kami di Balikpapan juga akan melakukan upaya pembibitan dan penanaman mangrove lagi, dan menerapkan beberapa informasi yang telah kami bagikan.
Di akhir perbincangan kami dengan mereka di KeSEMaTFACEBOOK, kami menitipkan sebuah pesan moral kepada mereka bahwa “Sejatinya, kegagalan penanaman mangrove hanya pernah terjadi apabila kita telah gagal mengatur diri kita sendiri untuk tidak melakukan program pemeliharaan mangrove yang telah kita tanam.” Salam MANGROVER!
No comments:
Post a Comment