Semarang – KeSEMaTBLOG. Bila masih ada anggapan yang mengira bahwa perjuangan menyelamatkan ekosistem mangrove dan masyarakatnya, hanya bisa dilakukan dengan penanaman mangrove saja, tentu hal ini perlu diluruskan. Berjuang melawan ketidakadilan yang terjadi di lahan mangrove, tak hanya bisa dilakukan dengan menanami pesisir dengan beragam spesies mangrove saja, melainkan bisa dilakukan dengan cara lainnya yang juga bermanfaat. Lalu, apa yang mesti kita lakukan? Ada baiknya, kita “membuang” jauh dulu, kata menanam. Marilah kita mengenali kata-kata lainnya, yang sebetulnya sangat penting daripada hanya sekedar - terus menerus - menanam mangrove saja, diantaranya adalah (1) membibitkan, (2) menyulam, (3) mendidik, (4) membuat buku, (5) menciptakan film, (6) menyanyikan lagu, (7) membuat boneka dan (8) membuat situs.
Walaupun masih banyak kata yang bisa ditambahkan, namun kami akan berusaha mencoba sedikit mendiskripsikan kata-kata ini saja, untuk membuka pikiran kita, betapa masih banyak cara yang bisa kita lakukan untuk bisa mempertahankan mangrove tetap berada di bumi kita, sampai hari akhir tiba. Kata pertama adalah membibitkan. Fakta di lapangan memperlihatkan bahwa mangrove bisa tumbuh lebih baik (sampai dengan 60%) di beberapa daerah, apabila kita melakukan pembibitan buah mangrove di bedeng persemaian terlebih dahulu, sebelum kemudian menanamnya di lapangan.
Propagul Rhizophora yang tidak dibibitkan, bisa jadi akan mengalami banyak kematian saat ditanam di lokasi terabrasi. Selanjutnya, menyulam (memelihara, menjarang dan melindungi tanaman) juga menjadi kata kunci bagi setiap program rehabilitasi mangrove yang dilakukan di pesisir. Kita bisa membayangkan, apa jadinya bila setelah ditanam, kita tidak menyulami mangrove kita. Maka, bisa jadi (dan ini memang telah terjadi di hampir semua program penanaman mangrove) mangrove yang telah kita tanam akan memiliki kelulushidupan yang minimal, terutama program penanaman mangrove yang bersifat seremonial.
Ibarat pepatah, “Lebih Baik Memberi Kail Daripada Memberi Ikan”, maka mendidik masyarakat agar sadar mangrove adalah jauh lebih baik, daripada kita terus menerus melakukan penanaman mangrove tanpa melakukan sosialisasi pendidikan mangrove ke masyarakat, terlebih dahulu. Tanpa pengetahuan mangrove yang cukup, maka akan menyebabkan masyarakat kita tidak memiliki rasa kepemilikan terhadap mangrove yang telah ditanam. Hal ini menyebabkan gagalnya program penanaman mangrove yang telah dilakukan karena tujuan profit terkesan lebih menonjol daripada kesadaran untuk melakukan swadaya.
Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk merealisasikan program pendidikan mangrove terhadap masyarakat ini, diantaranya adalah dengan cara mengajar, mengkampanyekan, menyuluh dan melatih masyarakat mengenai arti penting mangrove bagi kehidupan manusia.
Membuat buku mangrove, juga bisa dijadikan alat untuk memperjuangkan nasib mangrove dari pembabatan liar oleh oknum masyarakat. Masyarakat yang buta mangrove, adalah salah satu penyebab tingkat kerusakan mangrove di Indonesia tergolong tinggi. Langkanya buku-buku mangrove di jaringan toko-toko buku kecuali di kampus yang mengajarkan tentang ekosistem pesisir, semakin memperunyam keadaan. Untuk itulah, bila kita memiliki sedikit pengetahuan mangrove yang bisa dipertanggungjawabkan, bantulah mangrove dengan cara menciptakan sebuah buku mengenainya.
Selanjutnya, bagi kita yang memiliki latar belakang film, kitapun bisa membantu program penyelamatan mangrove dengan cara membuat film-film mangrove yang saat ini masih sangat jarang dijumpai. Memang, agaknya, tak banyak sutradara film kita yang memiliki pemikiran untuk membuat film mangrove, padahal tahu (?) bahwa ekosistem mangrove telah mengelilingi sebagian besar pesisir negerinya. Film “daratan”, kiranya lebih banyak dilirik sehingga seolah menelantarkan pesisirnya yang merana. Menyadarkan masyarakat dengan media film dokumenter layak dijadikan salah satu alternatif kampanye mangrove yang baik.
Hal lain yang bisa dikerjakan untuk menyelamatkan mangrove adalah dengan membentuk band berlirik mangrove. KeSEMaTUSTIK adalah salah satu contoh band mangrove yang berhasil mengkampanyekan pendidikan mangrove ke masyarakat dengan lagu-lagunya yang bernafaskan mangrove. Bahkan, dalam waktu dekat, band mangrove yang digawangi oleh anak-anak muda ini, bersiap merekam lagu-lagu mangrovenya dan meluncurkan mini album mangrovenya yang pertama.
Dua kata terakhir yang bisa dilakukan demi penyelamatan mangrove, selain menanam adalah membuat boneka dan membuat situs mangrove. Boneka mangrove bisa diciptakan untuk membantu kita dalam mendongeng mangrove ke masyarakat. Sementara itu, membuat situs mangrove (berita, blog, forum, souvenir - lihat foto di atas - dan lain-lain) yang menyuarakan pelestarian mangrove, adalah satu hal penting lainnya agar informasi dan pengetahuan mangrove bisa disebarluaskan secara lebih luas lagi ke muka bumi. Jadi, kini kita tahu, bahwa berjuang menyelamatkan mangrove, memang tak hanya bisa dilakukan dengan menanam saja. Mari praktekkan sekarang. Semangat MANGROVER!
No comments:
Post a Comment