Trenggalek – KeSEMaTBLOG. Adalah Bapak Isna Bahtiar (IKAMaT), salah seorang Alumni KeSEMaT, yang saat ini bekerja di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Yogyakarta, yang telah melakukan kunjungan kerja ke Trenggalek dan mengirimkan reportasenya mengenai usaha masyarakat pesisir Trenggalek didalam melestarikan ekosistem mangrove di kawasan pesisirnya. Reportase yang ditulis berdasarkan penuturan dari Ibu Suhartini (DKP Trenggalek) dan Bapak Sunarto (kelompok Prigi Lestari) ini, sangatlah inspiratif. Semoga saja, artikel ini bisa memberikan pencerahan dan inspirasi bagi kita semua, untuk melakukan hal yang sama di kawasan mangrove, di sekitar kita. Selamat membaca.
Trenggalek merupakan salah satu kabupaten yang terletak di pesisir selatan Provinsi Jawa Timur. Karakterisitik geografis pesisir di kabupaten ini, khas dengan adanya tanjung dan teluk. Keadaan inilah yang diduga menyebabkan pantai Trenggalek mempunyai arus laut dan gelombang yang relatif tenang sehingga mendukung bagi pertumbuhan hutan mangrove yang ada. Beberapa spesies mangrove yang umum terdapat di sini, diantaranya adalah Bakau (Rhizophora spp) dan Ketapang. Total keseluruhan kawasan hutan mangrovenya, kurang lebih 135,691 ha. Namun demikian, meskipun ditengarai “masih lebat”, kondisi mangrove di Trenggalek, tidaklah selalu dalam keadaan baik. Pemantauan terakhir menyiratkan bahwa keadaan mangrove di Trenggalek, terus menerus mengalami penurunan. Sekitar 23 ha (atau sekitar 17 %) hutan mangrovenya, dikabarkan telah rusak!
Selanjutnya, selain usaha rehabilitasi mangrove yang dilakukan oleh pemerintah setempat, masyarakat Trenggalek sendiri dengan nyata telah melakukan banyak hal demi kelestarian hutan mangrove “mereka”. Salah satu yang dilakukan masyarakat adalah dengan membentuk Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS), yaitu sebuah usaha keamanan swadaya masyarakat dalam rangka turut melestarikan dan menjaga lingkungan pesisir, mereka. Salah satu POKMASWAS yang mampu menjaga kelestarian mangrove di Trenggalek adalah POKMASWAS Prigi Lestari, yang berada di Prigi, Watulimo, Trenggalek. Keberhasilan usaha pelestarian ekosistem mangrove melalui POKMASWAS Prigi Lestari ini, berawal dari perhatian besar dari masyarakatnya sendiri akan fungsi dan manfaat hutan mangrove bagi pesisir Trenggalek. Mereka meyakini sepenuhnya bahwa hutan mangrove adalah pendukung utama bagi keberadaan ikan di pesisir mereka.
Kegiatan pengawasan dilakukan oleh semua anggota kelompok berdasarkan aturan yang telah disusun oleh kelompok sendiri. Satu hal yang penting adalah kesepakatan kelompok untuk menentukan sanksi bagi siapa pun yang secara terbukti telah merusak ekosistem mangrovenya. Salah satu contoh peraturan yang ditetapkan adalah bagi siapa pun yang terbukti merusak satu pohon mangrove, maka diwajibkan untuk menanam dan merawat 100 bibit mangrove baru, sebagai gantinya. Peraturan ini bukanlah “pepesan kosong” belaka. Faktanya, perusakan mangrove oleh hewan ternak, telah memaksa POKMASWAS memberlakukan sanksi terhadap pemilik hewan tersebut, dengan cara mengganti mangrove yang telah rusak.
Tentu saja, upaya pelestarian mangrove yang tidak “melulu” dilakukan oleh POKMASWAS sendiri. Kerjasama dengan berbagai pihak telah dilakukan sehingga mendukung optimalisasi kegiatan pengawasannya. Kerjasama tersebut diantaranya adalah dengan upaya kemitraan strategis antara POKMASWAS dengan Polisi Perairan (POLAIR) Watulimo dan dengan Pemerintah Daerah melalui DKP setempat. Kerjasama dengan POLAIR, utamanya adalah untuk efektifitas penegakan sanksi dan sinkronisasi dengan peraturan perundangan yang telah ada. Adapun kerjasama dengan DKP setempat, dilaksanakan dengan upaya rehabilitasi hutan mangrove yang sudah rusak dan fasilitasi peralatan pemantauan keamanan.
Selain keberadaan peraturan kelompok dan usaha penegakan sanksi, kegiatan pemantauan kelestarian lingkungan juga dilakukan secara tidak langsung. Kegiatan ini, antara lain adalah dengan kegiatan pemantauan yang dilakukan bersamaan dengan aktivitas ekonomi anggota kelompok. Usaha memancing dan budidaya pembesaran kepiting di hutan mangrove, adalah salah satu contohnya. Hal terakhir ini menarik, karena usaha pelestarian mangrove tidak lantas menjadikan aktivitas ‘dapur’ anggota kelompok, menjadi terganggu. Semangat MANGROVER!
No comments:
Post a Comment