Semarang - KeSEMaTBLOG. Seorang sosok yang bisa menginisiasi warga pesisir di Indonesia (sebut saja Sang Inisiator Mangrove – SIM) untuk mau melakukan upaya pelestarian mangrove secara mandiri, saat ini benar-benar sangat diperlukan bagi pengembangan konsep bottom up yang sedang ditumbuhkembangkan oleh para stake holder mangrove. Memang, adalah mustahil, mengembangkan konsep ini tanpa didukung oleh kehadiran SIM-SIM dalam jumlah yang banyak. Namun sayang, SIM memang tidak dilahirkan sepanjang tahun, bahkan dalam jangka waktu satu dasawarsa, mungkin jumlah SIM bisa dihitung dengan jari. Celakanya, jumlah pohon mangrove yang rusak dan ditebang itu, tak lagi mau kompromi sehingga tak mungkin lagi terhitung dengan jari-jari tangan kita, ini.
SIM, walaupun agak susah, tapi bisa ditemukan di berbagai wilayah pesisir Indonesia. Beberapa diantaranya bisa ditemukan di Rembang, Demak, Semarang dan Surabaya. Di Rembang ada SIM bernama Bapak Suyadi. Selanjutnya, di Demak ada petani mangrove bernama Bapak Kholik dan Bapak Nurudin. Tak hanya itu, di Semarang ada juga Bapak Azis dan Bapak Sururi dan di Surabaya terdapat Ibu Lulut. Selain itu, masih banyak lagi para SIM lainnya yang walaupun sedikit, tapi bisa dijumpai di daerah sekitar mangrove. Para SIM ini, telah mendarmabaktikan seluruh hidupnya untuk kelestarian mangrove di pesisir kita.
Dari hasil inisiasi mereka ini, maka sudah puluhan hektar lahan mangrove yang telah berhasil terselamatkan. Lahan mangrove yang dulunya gundul, kini telah berhasil dilebatkan kembali berkat kegigihan para Bapak dan Ibu ini, dalam merangkul warga sekitar untuk bertindak langsung dalam melakukan berbagai program konservasi dan pelestarian mangrove. Berkat keberhasilan mereka ini, maka diantara SIM-SIM ini adalah juga para pemegang penghargaan lingkungan bergengsi seperti KALPATARU dan penghargaan lingkungan lainnya, yang diberikan oleh departemen, dinas, akademisi, LSM dan swasta.
Mengingat pentingnya keberadaan SIM, maka sebaiknya kita tidak boleh hanya menunggu kemunculannya, saja. Untuk menumbuhkembangkan keberadaan SIM, sebenarnya pemerintah bisa berbuat lebih banyak lagi, dengan cara “merangsang” kelahirannya. Bagaimana caranya? Caranya sangat sederhana, yaitu dengan melakukan inisiasi pembentukan kelompok kerja mangrove yang selanjutnya diberikan tanggung jawab untuk program pembibitan, penanaman dan pemeliharaan mangrove, di setiap kali proyek mangrove digulirkan. Dengan adanya rangsangan seperti ini, maka apabila proyek penananaman mangrove bisa berjalan dengan baik - dimana persentase kelulushidupan mangrovenya mencapai nilai optimalnya - maka sang Ketua Kelompok (KK) akan semakin percaya diri untuk mengembangkan dirinya sebagai SIM. Ke depan, pada akhirnya, KK akan siap dalam mengawal kelompoknya untuk mengadakan program-program rehabilitasi mangrove lainnya, secara mandiri.
Hal-hal di atas inilah, yang telah disampaikan oleh KeSEMaT pada saat menghadiri rapat dan dialog antar pemangku kepentingan untuk sinergitas pengelolaan mangrove yang berkelanjutan dengan kebijakan pemerintah dan perencanaan tata ruang yang partisipatif sebagai acuan, di Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang, beberapa waktu yang lalu. Memang, salah satu hal yang membuat konsep bottom up tampak tersendat-sendat adalah karena wilayah pesisir Indonesia ini, sangat kekurangan SIM sehingga setiap usaha rehabilitasi mangrove kita, tidak bisa berjalan secara lebih maksimal. Salam MANGROVER!
No comments:
Post a Comment