Semarang - KeSEMaTBLOG. Foto di samping ini adalah foto Bapak Saur, seorang warga Dusun Tapak, Kecamatan Tugu Semarang, yang sedang memanen ikan, udang dan kepiting di tambaknya. Tambak model semi intensif yang sangat tergantung kepada kondisi alam ini, banyak ditemukan di Tugu berkenaan dengan reklamasi lahan mangrove sebagai area pertambakan yang telah terjadi di tahun 90-an. Foto kami abadikan, di bulan Oktober 2009, pada saat kami mengadakan kunjungan ke sana, bersama dengan salah seorang Rekan kami, dari Mangrove Information Center (MIC) Bali.
Berbicara tentang pertambakan di Tugu, kondisinya hingga artikel ini ditulis, memang sungguh sangat-sangat mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, abrasi telah menelan hingga 40% pesisir pantainya hingga menenggelamkan ratusan hektar tambak. Tak hanya itu, akibat dari bencana ini, maka masyarakat di sana, juga telah kehilangan pekerjaannya sebagai petambak. Padahal, di masa lalu, menjadi petambak adalah suatu hal yang “prestise” karena sangat menguntungkan dan bisa menghasilkan banyak uang. Banyak perusahaan swasta yang (juga) menginvestasikan uangnya untuk usaha di bidang ini, sehingga banyak sekali orang kaya di kala itu.
Namun sayang, di tahun 2009 ini, keadaan menjadi berbalik seratus delapan puluh derajat! Pembukaan tambak ini, ternyata telah menjadi faktor paling besar penyebab kerusakan di wilayah pesisir Tugu. Tanah pesisir menjadi terabrasi, rusak dan tidak produktif lagi sehingga tambak-tambak kini telah ditinggalkan oleh masyarakatnya. Berdasarkan informasi yang kami dapatkan, kerusakan ekosistem mangrove di Tugu juga menyebabkan naiknya suhu, hilangnya beragam jenis mangrove akibat penebangan, dan banjir dan rob yang tiada henti. Sungguh mengenaskan!
Kini, beragam cara mulai dilakukan untuk mengembalikan kondisi mangrove seperti sedia kala. Program rehabilitasi mangrove, mulai banyak digulirkan di sana, untuk membantu menyelamatkan ekosistem mangrove berikut masyakatnya, dari serangan ganasnya gelombang laut, yang sewaktu-waktu siap “menelan” mereka.
Selanjutnya, rusaknya mangrove, ternyata juga sangat dirasakan oleh Bapak Saur. Hasil tangkapan ikan, udang dan kepiting di tambak beliau, sekarang ini juga sangat menurun apabila dibandingkan dengan beberapa tahun silam. Sebagai ilustrasi, kalau dulu, beliau bisa mendapatkan puluhan ton, kini hanya maksimal 5 ton saja, dalam satu kali panen. Hal ini, dikarenakan ikan, udang dan kepiting, sudah tidak memiliki tempat tinggalnya lagi untuk berpijah, bertelur, beranak pinak, mengasuh dan membesarkan anaknya. Mangrove telah hilang!
Kesimpulannya, beginilah jadinya apabila kita bertindak semena-mena terhadap mangrove. Silahkan Anda tebangi mangrove kita, maka otomatis ikan-ikan kita juga akan menghilang. “Mangrove Ditebang, Ikan Menghilang.” Apakah ini yang kita inginkan bersama? Salam MANGROVER!
No comments:
Post a Comment