Semarang - KeSEMaTBLOG. Kata siapa anak SMA tidak tahu mangrove (?). Walaupun mangrove memang tidak pernah diajarkan di TK sampai dengan perguruan tinggi, namun kedua pelajar yang fotonya ada di samping ini, yaitu Emi Nur Cholidah (Emi) dan Fatimatuzahro (Ima), keduanya pelajar dari SMA Al-Multazam Mojokerto, ternyata memiliki pengertian yang baik tentang mangrove. Mereka mampu mendeskripsikan program-program mangrove yang telah dilakukan oleh pemerintah kota Surabaya dalam upaya pelestarian mangrove di Kota Pahlawan, itu.
Tak hanya itu, keduanya juga “lincah” merangkai kata dalam mengidentifikasi peran serta masyarakat sekitar, terhadap ekosistem mangrove yang masih tersisa di Surabaya. Maka, tak heran apabila artikel Emi dan Ima yang berjudul Mangrove is Natural Heritage - Program Pemberdayaan Masyarakat untuk Meningkatkan Kegiatan Pelestarian Mangrove di Surabaya, dianugerahi oleh Dewan Juri KeSEMaTCOMPETITION (KC) 2009: Lomba Penulisan Artikel Mangrove Tingkat SMA dan SMK se-Indonesia, sebagai salah satu pemenang KC 2009.
Dari banyak hal yang ditulis dalam artikelnya, ada satu hal menarik dari pemikiran Emi dan Ima, yaitu bahwa konsep pengelolaan ekosistem mangrove dari “bawah ke atas” atau yang sering digaungkan sebagai konsep “bottom up,” rupanya telah dipahami dengan baik oleh mereka. Cermatilah sebuah paragrap, yang ditulis Emi dan Ima, dalam karya tulis ilmiah mereka, di bawah ini.
“...berbagai upaya telah banyak dilakukan dalam rangka pelestarian mangrove. Akan tetapi, upaya seperti ini terkadang tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya peran serta masyarakat setempat yang seharusnya lebih mengetahui tentang mangrove. Pemerintah hanya dapat memerintah, sedangkan masyarakat langsung melaksanakan perintah atasan (top down) tanpa terlebih dahulu meminta pendapat masyarakat. Masyarakat berpikiran bahwa hutan mangrove yang berada di pesisir, sepenuhnya milik pemerintah. Pemerintah Kota Surabaya, telah menggalakan program pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan kepada masyarakat (bottom up) untuk mengajak masyarakat membangun kembali hutan mangrove yang ada di Kecamatan Wonorejo, Rungkut Surabaya. Hasilnya, pemerintah Kota Surabaya berhasil membuktikan bahwa mereka mampu mengajak masyarakat untuk melestarikan mangrove di sekitarnya. Program tersebut adalah berupa program penanaman mangrove masyarakat bersama dengan pemerintah yang dilaksanakan secara rutin hingga saat ini. Selain itu, hutan mangrove Kecamatan Wonorejo Rungkut Surabaya juga dijadikan sebagai wisata mangrove yang dikenal dengan Mangrove Center (MC)...”
Sepenggal paragrap yang ditulis oleh dua siswi SMA Al-Multazam Mojokerto ini, seakan menyadarkan diri kita bahwa konsep pelestarian mangrove yang sepertinya selalu dikonsep dari atas tanpa adanya sosialisasi terlebih dahulu dengan masyarakat sekitar akan menyebabkan program rehabilitasi mangrove berjalan tidak maksimal. Sebaliknya, keduanya mengharapkan agar pemerintah bisa lebih bertindak arif dan bijaksana dengan cara lebih banyak “bergaul” dengan masyarakat, sebelum kemudian program rehabilitasi mangrove dilaksanakan ke masyarakat. Kalau melihat pemikiran para pelajar SMA sudah seperti ini, maka siapa yang masih menganggap bahwa anak SMA tidak tahu mangrove (?).
Demikian, sekilas ulasan artikel mangrove Pemenang KC 2009. Secara keseluruhan, dengan semangat konsep bottom up dari SMA Al-Multazam Mojokerto Surabaya, sebuah kampanye pengelolaan mangrove, berjargon Bottom Up Yes, Top Down No! semoga saja mulai bisa kita kampanyekan kepada masyarakat luas di seluruh Indonesia dan dunia. Salam MANGROVER!
No comments:
Post a Comment