Tak mau bersusah-susah terjun ke lapangan untuk menyiapkan bibit, menancapkan ajir apalagi menanami mangrove secara langsung di lumpur-lumpur hitam yang kotor bersama kami, dengan seenaknya saja para O2P penginisiasi program dan proyek mangrove ini, berani sekali hanya berperan sebagai Mandor yang kerjanya hanya mengupah orang lain dengan berjuta-juta rupiah, kemudian bersantai ria di rumahnya sembari menunggu hasil rekapitulasi penanaman mangrove di lapangan, tanpa sedikitpun mau membantu proses lapangannya.
O2P yang gini ini, sayang sekali telah kehilangan jiwa dan semangat konservasinya terhadap lingkungannya. Dengan kata lain, tak ada secuilpun rasa sayang apalagi cinta terhadap mangrove, yang tumbuh di dada mereka.
Sebagai informasi, sebenarnya seni dari penanaman mangrove ada di sisi keikhlasan dan mau bekerja keras keras kita demi tanaman peisisir ini, dengan cara terjun langsung ke lapangan, mengikuti berbagai tahapan penanaman mangrove. Hal ini adalah baik, untuk mendidik sekaligus menyadarkan diri kita akan besarnya dosa kita kepada mangrove. Setiap hari, plastik, deterjen, dan barang-barang tak berguna lainnya yang notabene adalah sampah-sampah rumah tangga kita, dengan seenaknya saja kita buang ke tempat tinggalnya mangrove, di pesisir.
Tak peduli dengan apa jabatan kita dalam sebuah program rehabilitasi mangrove, tak usah ditanya berapa umur kita, dan tak perlu memikirkan berapa gaji dan honorarium kita di pekerjaan ini, tak ada kompromi, semua orang harus terlibat demi menebus dosa kita kepada mangrove. Di KeSEMaT, seorang manajer keuangan, seorang Dewan Kehormatan yang sudah lumayan berumur, seorang KeMANGTEER (KeSEMaT’s Mangrove Volunteer) yang hanya diberi honorarium T-Shirt mangrove, makan siang dan sertifikat, semuanya ikut dalam semua tahap prosesi penanaman!
Kami ingatkan kembali bahwa kalau saja kita sudah tidak mau terjun ke lapangan, dan hanya kongkow-kongkow saja kemudian membayar orang lain untuk menanami mangrove di pesisir-abrasi, ini berarti sama sekali tidak mendidik diri kita ke arah yang lebih baik. Justru, kalau kita bersikap memanjakan diri kita seperti ini, jiwa konservasi mangrove kita, akan semakin jauh meninggalkan diri kita.
Apakah kita mau menjadi seorang individu manusia yang bebal plus tak mau tahu menahu sama sekali dengan kondisi pesisir kita (apalagi bergerak ke lapangan, terjun langsung dalam sebuah usaha penyelamatannya) yang telah rusak, padahal kita hidup berdampingan dan sangat tergantung kepadanya? Astagfirullah!
O2P mungkin belum sadar, bahwa “bercengkerama” dengan mangrove di pesisir begitu menyenangkan. Lihatlah foto di atas ini, saat para KeSEMaTERS dan KeMANGTEER sedang “bermain-main” dengan mangrove di Genuk, dalam program Mangrove Restoration (MANGRES) 2008. Dari foto ini bisa terlihat bahwa tak ada satu hal pun yang perlu ditakutkan di mangrove. Menanam mangrove begitu asyik, keren dan fun!
Kalau saja para O2P ogah dan enggan menuju ke sana, jawaban yang paling masuk akal adalah karena tingkat kebebalan dan kemalasan mereka yang sangat sangat sangat tinggi, saja. Semoga, kita tidak dimasukkan-Nya menjadi golongan yang seperti ini. Salam MANGROVER!
No comments:
Post a Comment