Semarang - KeSEMaTBLOG. Ada banyak permasalahan dan harapan yang telah dituliskan oleh para nelayan, petambak, buruh tambak dan masyarakat Desa Tugurejo dan Karanganyar, pada saat KeSEMaT dan BINTARI menyelenggarakan workshop sehari, dalam rangka program identifikasi perubahan iklim dan rehabilitasi mangrove yang telah diadakan pada tanggal 21 Desember 2008, di Kecamatan Tugu Semarang.
Setelah kami secara bergantian memaparkan materi tentang perubahan iklim dan tata cara rehabilitasi mangrove (lihat foto di atas), banyak pertanyaan yang dilontarkan kepada kami sehubungan dengan adanya sebuah semangat dari mereka untuk mulai merubah keadaan desanya. Di lapangan, Tugurejo dan Karanganyar adalah dua dari sekian banyak desa di Kecamatan Tugu yang perlu perhatian dan penanganan serius, sehubungan dengan hampir tertelannya desa-desa itu oleh air laut.
Informasi bahwa desa Bedono Demak yang warganya diungsikan karena desanya tenggelam oleh air laut dan hilangnya desa Bulak Lama di Jepara karena tertelan air laut, yang coba kami ceritakan kisahnya kepada mereka, kiranya telah membuat mereka tersadar untuk segera bertindak cepat, menyelamatkan desa-desa di kecamatan Tugu agar tidak bernasib sama.
Konversi lahan-mangrove menjadi pertambakan yang luas, kini mulai menampakkan efek tak baik yang serius. Ratusan tambak sudah terendam dan kini apabila pasang, air laut mulai menuju ke pemukiman penduduk. Intrusi air laut, sudah tak bisa diredam. Minum air tawar yang asin, kini adalah kebiasaan sehari-hari.
Maka, sewaktu kami mencoba menjaring aspirasi mengenai permasalahan apa yang timbul di desa mereka lengkap dengan harapan ke depan yang ingin mereka capai, tak tanggung-tanggung ada puluhan poin yang mereka tuliskan. Salah satu diantaranya adalah keinginan mereka untuk membuat sebuah pemecah gelombang dari ban bekas karena dianggap murah dan berbasis masyarakat.
Tak hanya itu, bantuan pendampingan rehabilitasi mangrove, juga mereka utarakan sehubungan dengan keinginan mereka untuk membuat mangrove di Tugu layaknya di Papua yang bisa tumbuh puluhan tahun sehingga tingginya mencapai puluhan meter. Mereka yakin, bahwa mangrove-lah satu-satunya “obat” untuk mencegah tertelannya desa mereka, dari laut. Apa pasal? Sebuah bangunan pemecah gelombang dari beton dan pasir, yang telah dibangun di Tugurejo, hanya bertahan beberapa tahun saja dikarenakan ada oknum pengembang yang sengaja mengurangi kadar campuran beton dan pasir hingga mudah runtuh saat gelombang laut menerjang. Salam MANGROVER!
ooo... jadi begitu,
ReplyDeletenggih, matur nuwun sanget
semangat MANGROVER..!