Rembang - KeSEMaTBLOG. Menjadi KeSEMaTERS, seperti kami, gerah rasanya apabila dalam satu bulan saja, kami tak berkunjung ke rumah kedua kami, yaitu hutan mangrove. Seperti yang baru-baru ini kami lakukan (7-8/02), kami berkunjung kembali ke hutan-mangrove-buatan di desa Pasar Banggi Rembang, yang telah dikelola dengan baik sekali oleh Bapak Suyadi, beserta kelompok tani mangrovenya. Tak tanggung-tanggung, sebanyak empat puluhan KeSEMaTERS, menapakkan kembali kaki-kaki kecilnya, ke lumpur-lumpur mangrove yang kata orang kotor, lembek dan jorok.
Lihatlah foto di atas, foto ini diambil pada saat kami memasuki hutan mangrove Rembang untuk melihat kembali, hasil penanaman mangrove kami yang memang rutin kami lakukan setiap satu tahun sekali di lokasi ini. Selain bertujuan untuk membantu Bapak Suyadi dan kelompoknya dalam mengkonservasi kembali daerah pesisirnya, kunjungan ini juga kami lakukan untuk memperdalam ilmu mangrove kami terutama pengetahuan mengenai identifikasi mangrove, teknik silvofishery, tata cara penanggulangan hama mangrove, teknik pembibitan dan penanaman mangrove, tata cara perhitungan analisa data mangrove, tata cara pemeliharaan mangrove, konsep pemberdayaan masyarakat di sekitar mangrove dan masih banyak lagi.
Siapa sparing partner kami, dalam memperdalam ilmu mangrove kami? Tentu saja masyarakat di desa Pasar Banggi yang dengan setia telah menjadi dosen dan guru kami selama kurun waktu lima tahun terakhir, ini. Ilmu mangrove kami ini kemudian kami tularkan kepada masyarakat Indonesia dan dunia, dimanapun berada, pada saat kami memiliki kesempatan untuk memberikan penyuluhan-penyuluhan mangrove kepada mereka.
Hutan mangrove Rembang adalah satu dari puluhan hutan mangrove yang telah kami kunjungi. Mulai dari tahun 2001 sampai dengan 2009, kami telah berkunjung ke hutan-hutan mangrove asli, buatan dan modifikasi dengan sistem silvofishery, di berbagai lokasi seperti Nangroe Aceh Darussalam, Nias, Indramayu, Muara Angke, Pangandaran, Cilacap, Pemalang, Tegal, Kendal, Tugu, Trimulyo, Semarang, Demak, Jepara, Nusa Tenggara Timur, Papua dan lokasi lainnya.
Di setiap daerah dan lokasi mangrove yang telah kami kunjungi, banyak sekali pelajaran berharga yang telah kami dapatkan baik dari ekosistem mangrovenya sendiri maupun dari masyarakatnya yang memang memiliki konsep dan teknik konservasi mangrove yang berbeda-beda. Salah satu pelajaran yang bisa kami petik dari berbagai kunjungan kami ke rumah kedua kami adalah, sebuah sikap menghargai dan mentoleransi perbedaan.
Fakta tentang pengetahuan-mangrove-teoritis yang kami dapatkan di bangku kuliah, yang terkadang tidak sesuai lagi dengan kondisi di lapangan, adalah nyata. Sebagai contoh, penanaman mangrove teoritis yang mengatakan bahwa penggunaan bibit mangrove memiliki kelulushidupan lebih besar daripada penggunaan propagul, tak selamanya benar, di saat kita berada di lapangan.
Dari contoh kecil ini, kami bisa menyimpulkan betapa proses belajar mangrove, tidak boleh dilakukan di bangku kuliah, saja. Lebih dari itu, pengalaman berkunjung ke lapangan, ke hutan-hutan mangrove yang dilengkapi dengan interaksi langsung dengan masyarakatnya, kiranya sangat jauh lebih penting untuk memaksimalkan pengetahuan mangrove kami sampai ke tahap mahir. Oleh karena itulah, gerah rasanya apabila dalam satu bulan saja, kami tak berkunjung ke rumah kedua kami, yaitu hutan mangrove. Salam MANGROVER!
No comments:
Post a Comment