Semarang - KeSEMaTBLOG. Memang begitulah adanya. Faktanya, memang sudah tidak ada lagi greenbelt (baca: sabuk hijau) mangrove yang representatif di Semarang, kecuali pondbelt (baca: sabuk tambak) yang makin menggurita dan merajalela di sepanjang pesisirnya. Kondisi pantai yang ideal, sebagaimana diamanahkan dalam banyak peraturan pemerintah mengenai sabuk hijau atau sempadan pantai yang “mewajibkan” ketebalannya minimal 100 meter, sudah terabaikan dengan sendirinya, semenjak pembuatan sabuk tambak dimulai di jaman Hindia Belanda.
Walaupun di masa jayanya, sabuk tambak-sabuk tambak ini mampu menghidupi puluhan ribu petambak pun mengkayakannya, namun kini, sabuk tambak di Semarang adalah tanah-tanah gersang tak produktif yang keberadaannya bak hidup segan mati tak mau. Lihatlah di atas ini, inilah gambar salah satu titik pondbelt yang ada di Kecamatan Tugu, Semarang. Bahkan tak hanya di Tugu saja, di sepanjang pesisir Semarang yang kurang lebih memiliki panjang 21,6 km itu, kurang lebih pemandangannya adalah sama dengan foto ini.
Pohon-pohon mangrove yang seharusnya tumbuh dan berkembang lebat di lahan-lahan tambak tersebut, tak mungkin lagi bisa ditemui. Sejauh mata kita memandang, pantai-pantai di pesisir Semarang, telah terlindungi dengan baik dengan sabuk tambak. Sungguh menyedihkan!
Usaha untuk menghilangkan sabuk tambak ini dan merubahnya kembali menjadi sempadan pantai atau sabuk hijau mangrove yang lebat, adalah sebuah upaya yang saat ini sedang gencar-gencarnya dilakukan. Tak peduli mahasiswa, masyarakat, dinas, LSM, kelompok tani, kelompok nelayan, kelompok petambak dan lainnya, semuanya turut berpartisipasi dalam pembuatan sempadan pantai dengan konsep silvofishery sebagai upaya penyelamatan pesisir pantai Tugu dari cengkeraman sabuk tambak.
Semoga saja, dengan usaha mereka ini, dalam beberapa tahun ke depan, inisiasi ini bisa berhasil, sehingga bisa merubah sabuk tambak menjadi sabuk hijau mangrove kembali, seperti di masa Hindia Belanda, dulu. Semangat MANGROVER!
No comments:
Post a Comment