Jepang – KeSEMaTBLOG. Adalah Bapak Sapto Pamungkas (IKAMaT) yang saat ini sedang berada di Jepang, untuk menyelesaikan gelas Masternya. Berikut ini adalah oleh-oleh darinya, saat MANGROVING, menyusuri kawasan konservasi mangrove di Okinawa, Jepang. Hasil tulisannya sangat inspiratif, menginspirasi pengelolaan kawasan mangrove di Indonesia agar bisa lebih baik, lagi. Selamat membaca.
Manko Waterbird dan Wetland Center (Manko WWC) adalah salah satu dari 13 area lahan basah (wetland) di Jepang yang termasuk dalam protected area dan teregistrasi dalam konvensi RAMSAR. Area ini terletak di kota Tomigusuku, Okinawa atau apabila kita berkendara dengan mobil butuh waktu 15 menit untuk mencapainya dari Bandara Naha.
Satu hal yang teringat ketika sampai di sini adalah, area ini mirip dengan Mangrove Information Center (MIC) yang ada di Bali. Seperti di MIC, kita diajak berjalan diantara mangrove melalui jembatan kayu sepanjang 300 meter, ada menara pandang, ada diorama ekosistem mangrove dan ada pemutaran video mengenai ekosistem mangrove.
Hal yang berbeda adalah luas mangrove di Manko WWC hanya 5098m2 (bandingkan dengan luas mangrove MIC yang 1300 Ha dengan sedikitnya 18 spesies mangrove dan jembatan kayu yang panjangnya 2 km). Area ini terinteregasi menjadi satu site area yang meliputi deck observasi, perpustakaan, ruang pameran, ruang belajar dan area publik yang semuanya mendukung keberadaan Manko WWC.
Selama saya berjalan mengelilingi Manko WWC, saya tidak melihat satupun sampah plastik, kain bekas, sterofom maupun kaleng. Sangat bersih dan sangat tertata adalah kesan yang saya dapat saat berkunjung kesini, dan kesan inilah yang tidak kita dapatkan kalau kita datang ke MIC di Bali.
Sedikitnya, hanya ada 4 jenis mangrove di Manko WWC, yaitu Kandelia candel, R. stylosa, B. gymnorrhiza dan E. agallocha. Meskipun hanya memiliki 4 spesies mangrove, hal yang menarik dan menjadikan area ini penting adalah Manko WWC merupakan tempat beristirahat burung migran, setelah perjalanan jauhnya dari daratan Asia menuju Indonesia dan Australia. Burung ini terbang ribuan kilometer bertujuan untuk menghindari musim dingin di Asia bagian utara.
Daerah ini adalah juga tempat hidup bagi ribuan kepiting dan kerang yang merupakan santapan burung migran selama masa singgah. Ibaratnya, Manko WWC adalah seperti SPBU plus cafe lengkap dengan toilet, mushola dan mini market, saat kita mudik lebaran.
Kebetulan, saya datang ke sini bulan Oktober, pas di masa burung migran singgah. Saya disuguhi atraksi ribuan burung migran yang sedang berburu kepiting dan kerang di lumpur dan atraksi ratusan kawanan burung yang bertengger di pohon mangrove.
Satu hal yang menarik, terjaganya habitat mangrove dari ulah manusia, menjadikan vegetasi mangrove hampir menutupi seluruh dataran lumpur Manko. Hal itulah yang menjadikan pemerintah dan para researcher di sini sengaja memotong pohon mangrove dengan maksud agar dataran lumpur tetap terbuka dan burung-burung migran tetap dapat berburu kepiting dan kerang selama masa singgahnya. Sungguh, kondisi ini, bisa dijadikan inspirasi, bagi pengelolaan kawasan mangrove di Indonesia. Semoga!
No comments:
Post a Comment