Semarang – KeSEMaTBLOG. Tak hanya Seminar Nasional (SEMNAS) saja, yang sukses diselenggarakan oleh KeSEMaT dalam program konservasi tahunannya bertajuk Mangrove Cultivation (MC) 2009. Lebih dari itu, penyuluhan, penyulaman, pelatihan dan pembibitan mangrove, juga berhasil dilakukan oleh KeSEMaT. Khusus untuk pembibitan, lihatlah foto di samping ini. Seratus lima belas peserta MC 2009 yang rata-rata berumur 20 tahunan, sangat antusias mengikuti jalannya pelatihan pembibitan mangrove yang diadakan oleh KeSEMaT di Arboretum Mangrove milik KeSEMaT sendiri, di Desa Teluk Awur, Jepara. Pelatihan pembibitan ini, dilaksanakan di bawah bedeng-bedeng persemaian mangrove KeSEMaT, berjumlah dua buah. Selengkapnya mengenai teknik pembibitan mangrove yang telah dilakukan oleh KeSEMaT, bisa dibaca dalam artikel, di bawah ini.
1.PENDAHULUAN
Penanaman mangrove dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara menanam langsung buah mangrove (propagul) ke areal penanaman dan melalui persemaian bibit. Penanaman secara langsung tingkat kelulushidupannya rendah (sekitar 20-30 %). Hal ini karena pengaruh arus laut pada saat pasang dan pengaruh predator. Sedangkan dengan cara persemaian dan pembibitan, tingkat kelulushidupannya relatif tinggi (sekitar 60-80%). Namun demikian, pengalaman di lapangan membuktikan bahwa tingkat kelulushidupan dengan menggunakan propagul dan bibit mangrove, bervariasi tergantung dengan kondisi daerah setempat.
2. Penyiapan buah (propagul)
Propagul mangrove diusahakan berasal dari lokasi setempat atau lokasi terdekat. Buah dapat diperoleh dengan cara mengambil buah-buah yang telah jatuh atau memetik langsung dari pohonnya. Sebaiknya, pengumpulan buah dilakukan secara berulang dengan interval waktu tertentu. Pada saat memetik buah secara langsung dari pohon induknya, harus dilakukan secara hati-hati, jangan sampai bunga dan buah yang belum matang berjatuhan.
Untuk memperoleh buah yang baik, dapat dilakukan antara bulan September sampai dengan Maret. Seleksi buah tergantung pada karakteristik jenisnya. Namun biasanya, buah dipilih berasal dari buah yang matang, sehat, segar dan bebas dari hama.
Ciri kematangan buah dapat dilihat dari warna kotiledon, warna hipokotil, berat buah atau ciri lainnya. Sebelum digunakan untuk pembibitan, buah dapat disimpan sementara waktu. Buah dimasukkan dalam ember atau bak yang berisi air penuh, dengan posisi tegak, dan diletakkan di tempat yang terlindung dari sinar matahari. Lama penyimpanan maksimal adalah 10 hari.
3. Pembibitan
Berikut ini diterangkan mengenai bagaimana tata cara pembibitan beberapa jenis mangrove.
a.Rhizophora spp
Buah yang digunakan untuk pembibitan, sebaiknya dipilih dari pohon mangrove yang berusia diatas 10 tahun. Buah yang baik, dicirikan oleh hampir lepasnya hipokotil dari buahnya. Buah yang sudah matang dari Rhizophora spp, dicirikan dengan warna buah hijau tua atau kecoklatan, dengan kotiledon (cincin) berwarna kuning atau merah.
Media yang digunakan untuk pembibitan adalah sedimen dari tanggul bekas tambak atau sedimen yang sesuai dengan karakteristik pohon induknya. Media dibiarkan selama kurang lebih 24 jam agar tidak terlalu lembek. Media tanam yang sudah disediakan, dimasukkan ke dalam kantong plastik hitam (polibag) berukuran lebar 12 cm dan tinggi 20 cm, yang telah diberi lubang keci-kecil kurang lebih 10 buah.
Buah disemaikan masing-masing 1 buah dalam setiap polibag. Buah ditancapkan kurang lebih sepertiga dari total panjangnya (± 7 cm). Setiap 6-10 benih, diikat menjadi satu agar tidak mudah rebah, ikatan dibuka setelah daun pertama keluar. Daun pertama akan keluar setelah 1 bulan, daun ketiga akan keluar setelah 3 bulan.
b.Bruguiera spp
Buah dipilih dari pohon yang berumur antara 5-10 tahun. Buah dipilih yang sudah matang, dicirikan oleh hampir lepasnya batang buah dari bonggolnya dan warna hipokotil merah kecoklatan atau hijau kemerahan.
Buah yang terkumpul tidak perlu dicuci dengan air tapi cukup dibersihkan dengan lap dan dipilih buah yang segar, sehat, bebas hama dan penyakit, belum berakar dan panjang hipokotilnya 10-20 cm. Kelopak buah jangan dicabut atau dilepaskan dengan paksa karena dapat merusak buah. Media yang digunakan untuk pembibitan sama dengan Rhizophora spp.
Semua pekerjaan selalu dilakukan di bawah naungan (tidak mendapat sinar matahari secara langsung), supaya buah tidak kering. Sebelum penyemaian, polibag dibiarkan tergenang oleh pasang. Penyemaian dilakukan pada awal pasang purnama, dimana penggenangnya dapat mencapai hipokotil benih. Penyemaian Bruguiera spp seperti pada Rhizophora spp, tetapi tidak usah diikat.
c.Ceriops spp
Ciri kematangan buah adalah kotiledon berwarna kuning dengan panjang kotiledon 1 cm atau lebih dan hipokotil berwarna hijau kecoklatan. Buah yang terkumpul dicuci bersih dan buahnya dilepas. Kemudian, dipilih benih yang panjang hipokotilnya 20 cm atau lebih. Penyiapan media untuk Ceriops spp sama dengan penyiapan media semai Rhizophora spp. Penyemaian benih Ceriops spp sama dengan Bruguiera spp.
d.Excoecaria spp
Warna buah dari Excoecaria spp yang telah matang adalah kuning kecoklatan. Buah berbentuk bulat kecil-kecil dan akan jatuh setelah matang. Biji dipilih yang padat dan mempunyai diameter 3 mm atau lebih. Media yang digunakan untuk pembibitan sama dengan Rhizophora spp.
Excoecaria spp pembibitannya tidak langsung dilakukan pada polibag. Biji dari Excoecaria spp ditebar di parit yang berisi media dan terlindung dari cahaya matahari secara langsung. Parit dibuat di darat untuk menghindari biji terbawa arus. Setelah daun Excoecaria spp tumbuh 3-5 buah, bibit bisa dicabut dan dipindahkan ke polibag. Setiap satu polibag ditanami satu bibit.
e.Avicennia spp
Ciri kematangan buah adalah warna kulit buah kekuningan, dan kadang kulit buah sedikit terbuka. Buah yang sudah matang mudah terlepas dari kelopaknya. Buah dilepas dari kelopaknya dan dipilih benih yang bebas hama dan beratnya 1,5 gram atau lebih. Setelah kelopak dilepas, buah direndam dalam air selama satu hari agar terkelupas kulitnya. Buah yang belum terkelupas kulitnya, dapat dikupas dengan tangan. Kemudian, buah dipindahkan ke dalam ember berisi air payau yang bersih.
Penyiapan media semai Avicennia spp tidak berbeda dengan Rhizophora spp. Polibag disiram hingga cukup basah, barulah dilakukan persemaian. Benih disemaikan masing-masing satu buah dalam satu polibag, dengan cara ditancapkan kurang lebih sepertiga panjang benih ke dalam tanah/media.
4. Persemain bibit mangrove
4.1. Pemilihan Tempat
Tempat yang akan digunakan untuk persemaian buah dipilih lahan yang lapang dan datar. Jaraknya dengan lokasi tanam diusahakan sedekat mungkin supaya lebih efektif dalam pengangkutan bibitnya. Lahan yang digunakan untuk pembibitan harus terendam saat air pasang dengan frekuensi lebih kurang 20-40 kali/bulan, sehingga tidak memerlukan penyiraman.
4.2. Pembuatan Bedeng Persemaian
Bedeng dibuat dari bambu yang kuat. Ukuran bedeng disesuaikan dengan kebutuhan. Umumnya berukuran 1×5 m atau 1×10 m dengan tinggi 1,5–2 m. Bedeng diberi naungan ringan dari daun nipah, kelapa, ijuk, rumbia, alang-alang atau sejenisnya.
Media (dasar) bedeng adalah tanah lumpur di daerah sekitarnya. Di atas media (dasar) dilapisi plastik yang tebal untuk mencegah agar akar tidak menembus ke dalam tanah. Bila dibuat lebih dari 1 bedeng, bedeng satu dengan bedeng lainnya diberi jarak setengah meter, yang digunakan sebagai jalan kerja.
Untuk mempermudah jalan, di sekitar bedeng dibuat jembatan. Bedeng berukuran 1×5 m dapat menampung bibit dalam polibag ukuran 10×50 cm atau dalam botol air minuman bekas (500 ml) sebanyak 1200 bibit, atau sebanyak 2250 unit untuk bedeng berukuran 1×10 m.
4.3. Teknik Penyemaian Propagul
Cara penyemaian propagul mangrove adalah dengan cara melipat polibag ke arah luar dengan tujuan untuk mempermudah keluarnya air laut setelah penggenangan pasang terjadi. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mencegah pengkristalan garam air laut di polibag yang bisa berakibat pada terganggunya pertumbuhan bibit mangrove yang disemaikan.
5.PENUTUP
Demikian, petunjuk praktis tentang teknik pembibitan mangrove, semoga bisa dijadikan pedoman dalam melakukan rehabilitasi mangrove di daerah Anda masing-masing. Perlu diketahui, bahwa teknik pembibitan mangrove di setiap daerah bisa berbeda menyesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya setempat.
SUMBER ACUAN
Priyono, A., Zaky A. R. 2009. Bahan Ajar Mangrove: Modul Diklat Mangrove (DIKROVE) KHKT 2009 untuk Calon Anggota KeSEMaT (CAMaT) IX 2009/2010 – Mari Belajar Mangrove. Departemen Perpustakaan KeSEMaT. Semarang.
Taniguchi, K. Shinji T., Oliva S,. 1999. Manual Silvikultur Mangrove untuk Bali dan Lombok. Departemen Kehutanan dan perkebunan Republik Indonesia dan Japan International Cooperation Agency. Bali.
KeSEMaTONLINE. www.kesemat.undip.ac.id.
No comments:
Post a Comment