Semarang - KeSEMaTBLOG. Di Desa Tapak Semarang, lokasi tempat proyek rehabilitasi mangrove KeSEMaT, BINTARI dan FoE Jepang berada, terdapat empat macam model pemecah gelombang (baca: Apo-apo) yang telah dibuat oleh warga setempat atas inisiasi mereka sendiri. Keempat jenis Apo-apo tersebut, bisa dibedakan dari jenis bahan pembuatnya. Apo-apo pertama dibuat dari beton dan semen berbentuk bundar. Apo-apo kedua terbuat dari beton dan semen berbentuk segiempat. Selanjutnya, pemecah gelombang ketiga dibuat dari potongan bambu yang dianyam, dan yang terakhir adalah Apo-apo yang terbuat dari ban-ban bekas yang dikuatkan dengan potongan bambu.
Lihatlah foto di atas. Seperti itulah pemecah gelombang yang telah dibuat oleh warga setempat, di Tapak. Pembangunannya sendiri, dilakukan secara swadaya yang diinisiasi oleh salah seorang petambak setempat yang tahu bahwa tambak ikan dan udangnya terancam oleh abrasi. Dengan cara menempelkannya secara rapat ke pematang tambak bagian luar, maka terciptalah sebuah benteng nan kuat untuk menangkal gelombang laut yang menerjang tanah tambak. Tak hanya Apo-apo saja, mereka juga menambahkannya dengan menanami mangrove di belakang Apo-apo yang telah mereka bangun.
Masing-masing model dari pemecah gelombang ini memiliki kelebihan dan kekurangannya, masing-masing. Untuk Apo-apo yang terbuat dari semen dan beton (baik yang berbentuk bundar maupun segiempat), kelebihannya hanya terletak dari konstruksinya yang tahan lama sehingga mampu lebih banyak mereduksi kekuatan gelombang laut. Kelemahan jenis ini adalah biaya pembangunannya yang sangat mahal sehingga tidak sesuai dengan konsep pemberdayaan masyarakat, yaitu dari, oleh dan untuk masyarakat. Biaya pemecah gelombang yang hanya dimonopoli oleh pihak penyandang dana, telah menempatkan masyarakat sebagai obyek dan bukan subyek dari proyek.
Selanjutnya, Apo-apo yang dibuat dari potongan bambu yang dianyam, memiliki kelebihan di anggarannya yang lebih kecil dan bahan bakunya yang juga bisa diperoleh dari warga sekitar sehingga mampu memberdayakan warga sekitar untuk turut serta dalam proyek sebagai subyek dan bukan obyek. Dengan demikian, konsep pemberdayaan masyarakat: dari, oleh dan untuk masyarakat bisa terpenuhi.
Sementara itu, model Apo-apo terakhir, yaitu yang terbuat dari ban bekas, selain biayanya yang murah, juga memiliki kekuatan penangkal gelombang yang lebih baik apabila dibandingkan dengan jenis Apo-apo yang kedua, namun masih dipertanyakan mengenai keramahan lingkungannya.
Keempat model Apo-apo ini, di Tapak, diletakkan persis di pematang tambak bagian luar, untuk melindunginya dari erosi dan abrasi. Tapi, perlu diketahui bahwa walaupun modelnya sama, namun di beberapa titik di Semarang dan sekitarnya, pembangunannya tak melulu harus demikian. Di Demak, Apo-apo model ban bekas, diletakkan secara melintang di laut, dan tidak di pematang tambaknya. Demikian informasi mengenai model pemecah gelombang. Semoga bisa berguna dan bisa diadopsi di daerah Anda masing-masing. Salam MANGROVER!
No comments:
Post a Comment