24.10.10

Marais de Séné - Ekosistem Saltmarsh di Séné

Séné – KeSEMaTBLOG. Salah seorang Alumni KeSEMaT, yaitu Sdr. Dhira K. S., yang selama di KeSEMaT menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Publikasi (MENKOMSI) Angkatan VII (lihat foto di samping), yang saat ini mengambil gelar Master di Perancis, mengirimkan artikel menarik mengenai pengelolaan estuaria di sebuah kota kecil di Perancis, yaitu Séné. Berikut ini adalah artikelnya, yang semoga saja bisa bermanfaat untuk kita semua. Selamat membaca. Séné adalah satu kota kecil di dekat tempat tinggal saya sekarang di Vannes, Perancis.

Pada tahun 1996, dibentuklah semacam area konservasi alam di kawasan salt marsh Séné, di wilayah Teluk Morbihan, Bretagne, Perancis. Seperti yang biasa dilakukan KeSEMaT di Teluk Awur Jepara, maka area konservasi di sini juga berkonsep menyinergikan sisi naturalis, scientific, dan administrative dari seluruh stakeholder. Kawasan konservasi meliputi 410 hektar, yang merupakan sebuah bagian dari estuari sungai Noyalo yang mencakup sekitar 1000 hektar. Estuari ini sendiri merupakan bagian dari Teluk Morbihan.

Kawasan yang dilindungi meliputi lahan kritis, padang rumput dan lahan pertanian. Yang bikin keren adalah, karena pengaturan juga dilakukan pada kawasan pemukiman dan penduduknya! Andaikan saja, di tempat kita, konsep social-ecology bisa berjalan dengan baik seperti di sini, maka tak hanya alamnya saja yang bisa dilindungi dan “dijual”, melainkan masyarakat dan budaya setempatnya, bahkan juga bisa turut berkembang dengan baik. Hal ini penting, karena bisa menumbuhkan rasa “self of belonging” mereka, terhadap lingkungan sekitarnya. Habitat alami yang dilindungi terbagi menjadi 4 kategori, yaitu (1) mudflat dan rawa asin yang selalu tergenang pasang-surut yang disertai dengan laguna payau, dengan ciri khasnya, berikut spesies-spesies yang berdiam di dalamnya, (3) Parit dan kolam air tawar di belakang salt marsh dan (4) Padang rumput, dengan tumbuhan alaminya yang beradaptasi dengan lingkungan asin.

Daerah konservasi di sini, dihuni oleh banyak spesies, yang tentu saja typic, sesuai dengan kondisi masing-masing musim. Berbagai jenis burung, paling banyak ditemukan. Tercatat lebih dari 220 spesies, dengan 76 spesies diantaranya, bersarang di area konservasi ini. Tempat ini juga menjadi kawasan persinggahan bagi burung-burung migran, terutama burung-burung yang akan kembali ke Belanda. Spoonbill, Avocette élégante, Sterne pierregarin dan Bluethroat, adalah beberapa contoh spesies burung cantik yang umum ditemukan. Selanjutnya, 8 spesies amfibi, juga ditemukan hidup di wilayah ini, seperti katak Parsley merupakan hewan langka di Eropa. Kemudian, juga terdapat 6 jenis reptil, yang salah satunya adalah ular Coronel. Selain itu, 732 spesies invertebrata juga tercatat menghuni wilayah ini, antara lain 50 jenis gastropoda darat, 32 spesies capung, 150 spesies kupu-kupu dan 249 jenis laba-laba. Untuk flora, 430 spesies tanaman telah diidentifikasi. Terdapat spesies karakteristik rawa-garam seperti Statice dan Samphire. Selain itu, terdapat juga semak-semak laut.

Kesimpulan dari keberhasilan pengelolaan konservasi alam di Séné adalah pola manajemen yang baik, berbasis masyarakat. Dengan konsep seperti yang telah disebutkan di awal, yaitu social-ecology, semoga saja, ke depan, beberapa area mangrove di pesisir Indonesia yang saat ini juga mulai dikelola oleh berbagai institusi, termasuk KeSEMaT, akan bisa jauh lebih baik dari sebelumnya. Amin. Semangat MANGROVER! (Sumber bacaan http://reservedesene.pagesperso-orange.fr).

No comments:

Post a Comment